Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Univeristas Islam Indonesia, Selasa (16/2) menyelenggarakan kuliah umum dengan tema Jembatan Nasional Suramadu: Konstruksi dan Pasca Konstruksi. Kuliah umum yang diselenggarakan di ruang sidang Teknik Sipil ini menghadirkan narasumber Ir. Eko Prasetyo, Tim Leader Konsultan Manajemen Konstruksi Jembatan Nasional Suramadu.
{mosimage}
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Univeristas Islam Indonesia, Selasa (16/2) menyelenggarakan kuliah umum dengan tema Jembatan Nasional Suramadu: Konstruksi dan Pasca Konstruksi. Kuliah umum yang diselenggarakan di ruang sidang Teknik Sipil ini menghadirkan narasumber Ir. Eko Prasetyo, Tim Leader Konsultan Manajemen Konstruksi Jembatan Nasional Suramadu.
Dalam kesempatan tersebut Eko Prasetyo menjelaskan secara panjang lebar terkait dengan konstruksi pembangunan Jembatan Suramadu yang telah diselesaikan pada bulan Juni 2009 dengan biaya pembangunan mencapai 5 trilyun rupiah. Jembatan Suramadu yang melintasi selat Madura ini memiliki panjang 5.438 m serta jalan pendekat di sisi Surabaya mencapai 4,35 km dan di sisi Madura 11,50 km.
Menurut Eko, setelah selesainya pembangunan bukan berarti pekerjaan selesai. Masih terdapat beberapa elemen dan fasilitas penunjang jembatan yang harus disiapkan seperti Structural Health Monitoring System (SHMS), art lighting, dan pemeliharaan. Kesemuanya ini ditujukan agar tercapai usia rencana dari Jembatan Suramadu yaitu 100 tahun, ungkap lulusan Institut Teknologi Bandung tahun 1984 tersebut.
Structural Health Monitoring System itu sendiri merupakan metode terkini yang digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi integritas dari suatu struktur pada saat struktur beroperasi. Sebagaimana dijelaskan bahwa tujuan SHMS diantaranya untuk menvalidasi hasil perencanaan jembatan, mengidentifikasi kerusakan yang terjadi setiap saat, menganalisis beban yang bekerja pada struktur, serta memberikan informasi pemeliharaan yang efektif pada struktur. Keberadaan SHMS ini diharapkan mampu memberikan inovasi terhadap sistim pengawasan operasional dan pemeliharaan jembatan sehingga dapat berfungsi optimal, jelas Eko dihadapan peserta kuliah umum.
Dalam hal pemeliharaan, Eko lebih lanjut mengungkapkan Jembatan Suramadu merupakan jembatan khusus yang dibangun di atas laut dengan tingkat korosifitas tinggi sehingga aspek pemeliharaan khususnya pengendalian korosi menjadi perhatian yang cukup penting.
Pengelolaan Jembatan Suramadu memang membutuhkan penanganan khusus tidak hanya aspek teknis tapi juga aspek sosial. Dalam hal ini Eko menegaskan bahwa selain rencana pengelolaan dan pemeliharaan, perlu diperhatikan juga masalah sosial kemasyarakatan di sekeliling jembatan Suramadu agar masyarakat ikut dalam memelihara dan merawat jembatan. (Renny Wijaya)
{mosimage}
Keterangan Gambar:
Kuliah umum Jembatan Nasional Suramadu: Konstruksi dan Pasca Konstruksi dengan narasumber Ir. Eko Prasetyo, Tim Leader Konsultan Manajemen Konstruksi Jembatan Nasional Suramadu (Renny Wijaya)
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Univeristas Islam Indonesia, Selasa (16/2) menyelenggarakan kuliah umum dengan tema Jembatan Nasional Suramadu: Konstruksi dan Pasca Konstruksi. Kuliah umum yang diselenggarakan di ruang sidang Teknik Sipil ini menghadirkan narasumber Ir. Eko Prasetyo, Tim Leader Konsultan Manajemen Konstruksi Jembatan Nasional Suramadu.
Dalam kesempatan tersebut Eko Prasetyo menjelaskan secara panjang lebar terkait dengan konstruksi pembangunan Jembatan Suramadu yang telah diselesaikan pada bulan Juni 2009 dengan biaya pembangunan mencapai 5 trilyun rupiah. Jembatan Suramadu yang melintasi selat Madura ini memiliki panjang 5.438 m serta jalan pendekat di sisi Surabaya mencapai 4,35 km dan di sisi Madura 11,50 km.
Menurut Eko, setelah selesainya pembangunan bukan berarti pekerjaan selesai. Masih terdapat beberapa elemen dan fasilitas penunjang jembatan yang harus disiapkan seperti Structural Health Monitoring System (SHMS), art lighting, dan pemeliharaan. Kesemuanya ini ditujukan agar tercapai usia rencana dari Jembatan Suramadu yaitu 100 tahun, ungkap lulusan Institut Teknologi Bandung tahun 1984 tersebut.
Structural Health Monitoring System itu sendiri merupakan metode terkini yang digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi integritas dari suatu struktur pada saat struktur beroperasi. Sebagaimana dijelaskan bahwa tujuan SHMS diantaranya untuk menvalidasi hasil perencanaan jembatan, mengidentifikasi kerusakan yang terjadi setiap saat, menganalisis beban yang bekerja pada struktur, serta memberikan informasi pemeliharaan yang efektif pada struktur. Keberadaan SHMS ini diharapkan mampu memberikan inovasi terhadap sistim pengawasan operasional dan pemeliharaan jembatan sehingga dapat berfungsi optimal, jelas Eko dihadapan peserta kuliah umum.
Dalam hal pemeliharaan, Eko lebih lanjut mengungkapkan Jembatan Suramadu merupakan jembatan khusus yang dibangun di atas laut dengan tingkat korosifitas tinggi sehingga aspek pemeliharaan khususnya pengendalian korosi menjadi perhatian yang cukup penting.
Pengelolaan Jembatan Suramadu memang membutuhkan penanganan khusus tidak hanya aspek teknis tapi juga aspek sosial. Dalam hal ini Eko menegaskan bahwa selain rencana pengelolaan dan pemeliharaan, perlu diperhatikan juga masalah sosial kemasyarakatan di sekeliling jembatan Suramadu agar masyarakat ikut dalam memelihara dan merawat jembatan. (Renny Wijaya)
{mosimage}
Keterangan Gambar:
Kuliah umum Jembatan Nasional Suramadu: Konstruksi dan Pasca Konstruksi dengan narasumber Ir. Eko Prasetyo, Tim Leader Konsultan Manajemen Konstruksi Jembatan Nasional Suramadu (Renny Wijaya)