Dekan FTSP UII: Mari Bersama Sama Menjaga Penyalahgunaan Narkoba
Narkoba sudah menjalar kemana mana sampai di atas darurat, dan narkoba ini dapat terkena kepada siapapun juga, oleh karena itu kedepan di FTSP akan dibuat test simulan. Untuk itu setelah kita nanti mengikuti sosialisasi ini kami mohon dibuat se-preventif mungkin, dan kepada bapak bapak tokoh masyarakat untuk dapat menyampaikan kepada warganya, begitu pula kepada bapak atau Ibu kost diajak untuk bersama sama menjaga penyalahgunaan narkoba, dan kita berharap mudah mudahan kita tidak ada yang terkena narkoba.
Demikian kata sambutan Dekan FTSP UII (Dr.-Ing.Ir.Widodo, M.Sc) dalam sosialisasi pecegahan penggunaan narkoba yang dihadiri tidak kurangg dari 50 (lima puluh) orang yang terdiri dari segenap Lembaga Mahasiswa FTSP, para Asistensi Agama Islam (AAI) FTSP, serta segenap pengurus Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Wilayah (RW) kampung sekitar FTSP UII.
Prof.Dr.dr.H.Soewadi MPH, Sp.Kj (K) mengatakan saat ini sudah saatnya Pusat Studi penyalahgunaan Narkoba (NAPSA) untuk bergerak dengan memerlukan Bapak/Ibu Saudara utuk ikut dalam pemberantasan penyalahgunaan narkoba ini. Tidaklah mungkin saya ini untuk bergerak sendiri untuk menangani masalah ini. Demikian pembuka sosialisasi bersama Kepala Pusat Studi penyalahgunaan Narkoba (NAPSA) UII yang juga merupakan dokter Polda DIY.
Dalam narkoba ada beberapa istilah seperti drug, drug dependence, toleransi dan ketergantungan, baik ketergantungan psikis ataupun fisik. Drug adalah bahan atau zat yang dapat mempengaruhi atau mengubah mental dan tingkah laku orang yang memakainya. Sedangkan drug dependence itu adanya ketergantungan suatu keadaan kebutuhan fisik atau mental atau keduanya terhadap obat, yang terjadi sebagai akibat pemakaian obat secara terus menerus atau sekali kali (kadang kadang). Dan ada dorongan untuk menggunakan obat secara kontinyu atau periodik. Ketergantungan fisik ditunjukkan dengan adanya toleransi dan sindrom penghentian obat, kalau psikis suatu keinginan atau dorongan yang tak tertahankan untuk memakai obat.
Beberapa sifat NAPSA menimbulkan keinginan tak tertahankan, bila takaran ditambah atau dosis dinaikkan dapat menimbulkan over dosis dan keracunan, sehingga menimbulkan ketergantungan psikis seperti gelisah, murung, emosional dan meninmbulkan ketergantungan fisik seperti timbulnya gejala putus obat. Konon khabarnya pemakai narkoba mempunyai kepercayaan bahwa NAPSA dapat mengatasi semua persoalan, disamping mendapatkan kenikmatan, menghilangkan rasa sakit dan sangat mudah didapat.
Prof.Soewadi meminta, adanya beberapa hal yang perlu dideteksi dan diwaspadai pemakai NAPSA yaitu mempunyai perubahan perilaku, akan banyak meninggalkan ibadah (sholat), membolos sekolah atau kuliah, pergaulan bebas, menjual barang barang, melanggar kedisiplinan, bahkan melawan serta suka mengancam kekerasan dan berkelahi. Gejala pemakaian NAPSA seperti emosi menjadi labil, timbul rasa permusuhan sehingga mudah bertengkar, timbul rasa malas, mengantuk, sulit berpikir, bicara dan tindakan menjadi lambat.
Situasi pengguna NAPSA di tahun 2014 sebanyak 62.028 orang lebih sedikit bilamana dibandingkan tahun 2011 pengguna NAPSA sebanyak 83.952 orang. Dan tahun 2015 yang lalu situasi pengguna NAPSA seluruh Indonesia sebanyak 5,8 juta jiwa. Tutup Prof.Soewadi.