Gunung Merapi dan Rencana Kontijensinya Mengacu Pada Era Industry Kondisi Pandemi Covid-19
Gunung api Merapi yang berada di Yogyakarta adalah gunung api yang paling aktif di dunia yang di tandai dengan pertumbuhan kubah lava yang cepat. BPBD Kabupaten Sleman bekerjasama dengan Unicef dan RedR Indonesia telah merevisi Rencana Kontijensi Merapi dengan mengacu pada era industri 4.0 dan mengacu pada kondisi pandemic Covid 19.
Demikian disampaikan Sri Aminatun., ST., MT (Dosen Teknik Sipil) Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) kemarin Jum’at (29 Januari) dihubungi reporter melalui hanphone genggamnya.
Sri Aminatun dengan Reporter menjelaskan, bahwa sesuai pada rencana kontijensi yang telah di susun bahwa Skenario kedepan erupsi gunungapi Merapi kubah lava muncul di pusat kawah atau cenderung ke tenggara sampai di ujung kubah 2010. Kubah lava dapat terbangun dengan volume maksimal 10 juta m3. Maksimal 50 % dari volume keseluruhan atau 5 juta m3 runtuh menjadi awanpanas. Skenario ini mengacu kepada sebagian besar kronologi erupsi gunungapi Merapi seperti yang terakhir yaitu erupsi 1992, 1994, 1995, 1996, dan 2001. Skenario kedepan dapat berupa kubah lava muncul di pusat kawah cenderung ke barat – barat laut, sampai di bagian tengah kubah 2010. Kubah lava dapat terbangun dengan volume maksimal 10 juta m3.
Bu Sri (nama panggilan akrabnya) menambahkan, bahwa pertumbuhan kubah yang cukup besar mengakibatkan ketidakstabilan/ runtuhnya dinding kawah sektor Barat dan sektor Selatan dekat dengan bukaan kawah. Ketika kubah lava tidak stabil maka sebagiannya akan runtuh ke arah bukaan kawah saat ini dan juga ke arah bukaan akibat runtuhnya dinding kawah tersebut. Erupsi semacam ini mendominasi perilaku erupsi gunungapi Merapi selama ini, sebagai contoh erupsi 1998 dan 2006.
Sejak memasuki masa erupsi efusif pada tanggal 4 Januari 2021 lalu, hingga saat ini aktivitas Gunung Merapi terhitung masih tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya awanpanas guguran sejak tanggal 7 Januari 2021.
Bahkan pada Rabu (27/1) ungkapnya, kejadian awanpanas guguran mencapai 52 kali. Jarak luncur awanpanas diperkirakan sejauh 3 Km dari puncak Merapi ke arah hulu Kali Boyong dan Krasak. Untuk memastikan jarak luncur awanpanas tersebut, BPPTKG menerbangkan drone untuk mengambil foto udara di alur Kali Boyong. Dan hasil foto udara menunjukkan jarak luncur awan panas pada 27 Januari 2021 mencapai 3,5 Km untuk jarak miring atau 3,2 Km jika dihitung jarak horizontal. Jarak luncur awan panas guguran masih dalam rekomendasi jarak bahaya yang telah ditetapkan, yaitu pada jarak maksimum 5 Km dari puncak Gunung Merapi.
Dosen Tekniki Sipil ahli kebencanaan ini memberikan gambaran, awan panas masih berpotensi terjadi di Gunung Merapi. Daerah yang berpotensi bahaya awan panas guguran dan guguran lava adalah alur Kali Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih sejauh maksimal 5 Km. Erupsi eksplosif juga masih mungkin terjadi di Gunung Merapi. Potensi bahaya erupsi eksplosif ini berupa lontaran material vulkanik dalam radius 3 Km dari puncak.
Beliau katakan, masyarakat di himbau untuk tidak melakukan kegiatan apapun di daerah potensi bahaya tersebut mengingat awan panas guguran dan lahar hujan dapat terjadi sewaktu-waktu.
BPPTKG terus melakukan pemantauan aktivitas Gunung Merapi. Jika terjadi perubahan aktivitas Gunung Merapi yang signifikan, maka status aktivitas Gunung Merapi akan segera kami tinjau Kembali.
Potensi bahaya Merapi saat ini berupa Guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya meliputi sungai Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih sejauh maksimal 5 Km, dan lontaran material vulkanik bila terjadi erupsi eksplosif dlm radius 3 Km dari puncak.
Diujung wawancaranya pun diceritakan bahwa, pada pelaksanaan evakuasi erupsi 27 Januari 2021 sudah mengacu pada kondis pandemic covid 19, dengan melakukan penyekatan tempat evakuasi per keluarga, sehingga dapat menghindari kerumunan warga yang di evakuasi, wajib pakai masker dan di sediakan hand sanitasier. Dalam rangka menjaga jarak dan menghindari kerumunan maka tempat evakuasi membutuhkan tempat yang lebih banyak dari perkiraan rencana, sehingga beberapa sekolahan dipakai untuk tempat evakuasi sementara. Tutupnya. (h).