Hasil Tinjauan Lapangan PMTS UII ke Wilayah Kerusakan Gempa Banjarnegara
Peristiwa Bencana Gempa di Banjarnegara yang terjadi pada 18 April 2018 membuat banyak pihak prihatin, karena selain menelan 2 (dua) korban jiwa peristiwa tersebut juga banyak menimbulkan kerusakan bangunan. Prof. Sarwidi, Dosen Rekayasa Kegempaan dan Manajemen Bencana(RGMB) bersama dengan Mahasiswa Program Magister Teknik Sipil (PMTS) Universitas Islam Indonesia (UII) konsentrasi RGMB melakukan kunjungan ke lokasi terjadinya gempa guna meninjau dampak kerusakan di lokasi gempa, Sabtu (21 April 2018).
Hasil temuan tim di lapangan banyak menemukan bangunan yang roboh atau rusak umumnya rumah dan beberapa bangunan sekolah yang dikatagerikan sebagai bangunan non-teknis (non-engineered) dan memang terindikasi bersifat getas. Bangunan rumah dan sekolah yang roboh atau rusak berat tidak mengikuti kaidah-kaidah dalam membangun bangunan tahan gempa, diantaranya adalah sistem struktur yang kurang menyatu, mutu tembokan yang rendah, bangunan didirikan di atas tanah yang kurang stabil serta material bangunan, seperti kayu dan bambu yang telah lapuk.
Ada hal menarik yang ditemukan di lokasi bencana. Di sana ditemui inovasi dari masyarakat dalam menekan biaya bangunan dengan menggunakan kombinasi tulangan baja dan bambu untuk perkuatan rangka beton rumah. Sayangnya, teknis pelaksanaan kurang memadai dan tidak dibuat dengan praktek yang semestinya. Seperti, adanya kekurangan pembuatan kait pada penyambungan tulangan, pemakaian tulangan bambu yang bermutu rendah dan berukuran terlalu kecil dan sambungan pada simpul antar elemen beton pengekang yang tidak memadai. Hal ini yang menyebabkan bangunan sangat rawan runtuh.
Perlu diketahui, gempa yang terjadi di Banjarnegara berskala rendah, yaitu 4,4 SR tanggal 18 April 2018 dengan kedalaman pusat gempa 4 km dan 3,4 SR tanggal 21 April 2018 dengan kedalaman pusat gempa 1 km. Namun demikian, pusat gempa yang sangat dangkal menyebabkan intensitas goncangan gempa di permukaan dapat terasa sangat kuat sehingga bangunan yang kurang memenuhi standar keamanan gempa banyak yang roboh atau rusak berat.
“Mengingat sebagian besar permukiman masyarakat di Indonesia terancam bencana gempa, maka sewajarnyalah semua pihak dapat bahu-membahu dalam mengantisipasi bencana gempa agar menjadi kekuatan besar dalam mengantisipasi bencana tersebut, misalnya dengan mengadakan semacam gerakan nasional PRB gempa”, ujar Prof.Sarwidi.