Membangun peradaban merupakan salah satu langkah untuk menuju kemajuan. Salah satu media yang dapat digunakan yakni melalui desain bangunan atau arsitektural. Bermula dari hal tersebut, Program Studi Arsitektur bersama dengan Magister Arsitektur (M.Ars) Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyelenggarakan seminar bertajub Arsitek Perempuan dalam Membangun Peradaban  pada Selasa (24/4) bertempat di Auditorium Gedung Mohammad Natsir FTSP UII Jl.Kaliurang Km.14,5 Sleman Yogyakarta Selasa (24 April) yang lalu.

Sebagai narasumber  Vidya Spaey PA, ST., MaHS, yang merupakan lulusan S1 di UGM dan lulusan master housing for the poor di Belgia. Ia pernah menorehkan banyak prestasi diantaranya sebagai arsitek utama di LAUDE Architects, LPDP Awardee (Belgia), mata garuda Jawa Tengah dan YSEALI Alumni 2017.

Ia menuturkan bahwa dirinya  disaat usia 22 tahun mendapatkan kesempatan untuk untuk menyelesaikan proyek tower salah satu program dari Jusuf Kalla dan pengembangan hotel di NTT. Dalam penuturannya, arsitektur dapat membangun negara. “Tantangan terbesar bagi arsitek saat ini adalah membangun networking, portofolio dan global. Arsitek ditantang dalam uber desain yang terbangun.

Vidya Spaey dalam kesempatannya banyak menceritakan pengalaman dalam menyelesaikan berbagai proyek di luar negeri. Menurutnya tantangan lainnya yang bagi para arsitek adalah harus mampu memahami suatu negara atau wilayah dalam waktu singkat. Seorang artsitek harus mampu memahami kodisi dan perubahan suatu negara dari segi lingkungan yang terjadi selama satu tahun dengan melakukan survei beberapa minggu.

Dalam penjelasannya salah satu pengalamannya adalah pada saat mengerjakan proyek di Qatar. Penyelesaian proyek dimulai dari memahami kultur suatu wilayah. “Inspirasi pada saat mengerjakan proyek ini berasal dari kota tua di sana,”.

Dari pengalaman itu melihat kota tua yang memiliki bangunan yang rapat dengan fungsi untuk meneduhkan para pejalan kaki. Ia mendapat ide membangun suatu bangunan dimana saat warga melakukan aktivitas di luar bangunan tetap terlindung dari trik matahari. Ia menambahkan agar tidak terkesan monoton, maka dibuatlah 5 pengembangan yaitu tradisional, modern, internasional, jetset (orang kaya), dan expatriate (pendatang).

Proyek yang ia kerjakan juga merencanakan reklamasi. Dengan mengikuti kultur masyarakat arab (Qatar) yang ingin memiliki sesuatu yang pertama di dunia, maka pemilihan model reklamasi ia tentukan bergelombang agar mendapat kesan yang berbeda pada saat berada di titik-titik tertentu.

Peristiwa Bencana Gempa di Banjarnegara  yang terjadi pada 18 April 2018 membuat banyak pihak prihatin, karena selain menelan 2 (dua) korban jiwa peristiwa tersebut juga banyak menimbulkan kerusakan bangunan. Prof. Sarwidi, Dosen Rekayasa Kegempaan dan Manajemen Bencana(RGMB) bersama dengan Mahasiswa Program Magister Teknik Sipil (PMTS) Universitas Islam Indonesia (UII)  konsentrasi RGMB melakukan kunjungan ke lokasi terjadinya gempa guna meninjau dampak kerusakan di lokasi gempa, Sabtu (21 April 2018).

Hasil temuan tim di lapangan banyak menemukan bangunan yang roboh atau rusak umumnya rumah dan beberapa bangunan sekolah yang dikatagerikan sebagai bangunan non-teknis (non-engineered) dan memang terindikasi bersifat getas. Bangunan rumah dan sekolah yang roboh atau rusak berat tidak mengikuti kaidah-kaidah dalam membangun bangunan tahan gempa, diantaranya adalah sistem struktur yang kurang menyatu, mutu tembokan yang rendah, bangunan didirikan di atas tanah yang kurang stabil serta material bangunan, seperti kayu dan bambu yang telah lapuk.

Ada hal menarik yang ditemukan di lokasi bencana. Di sana ditemui inovasi dari masyarakat dalam menekan biaya bangunan dengan menggunakan kombinasi tulangan baja dan bambu untuk perkuatan rangka beton rumah. Sayangnya, teknis pelaksanaan kurang memadai dan tidak dibuat dengan praktek yang semestinya. Seperti, adanya kekurangan pembuatan kait pada penyambungan tulangan, pemakaian tulangan bambu yang bermutu rendah dan berukuran terlalu kecil dan sambungan pada simpul antar elemen beton pengekang yang tidak memadai. Hal ini yang menyebabkan bangunan sangat rawan runtuh.

Perlu diketahui, gempa yang terjadi di Banjarnegara berskala rendah, yaitu 4,4 SR tanggal 18 April 2018 dengan kedalaman pusat gempa 4 km dan 3,4 SR tanggal 21 April 2018 dengan kedalaman pusat gempa 1 km. Namun demikian, pusat gempa yang sangat dangkal menyebabkan intensitas goncangan gempa di permukaan dapat terasa sangat kuat sehingga bangunan yang kurang memenuhi standar keamanan gempa banyak yang roboh atau rusak berat.

“Mengingat sebagian besar permukiman masyarakat di Indonesia terancam bencana gempa, maka sewajarnyalah semua pihak dapat bahu-membahu dalam mengantisipasi bencana gempa agar menjadi kekuatan besar dalam mengantisipasi bencana tersebut, misalnya dengan mengadakan semacam gerakan nasional PRB gempa”, ujar Prof.Sarwidi.

 

Hidraulika I / G Pradipta Jumat 4 Mei 2018 Jam 07:50 ruang Lab Pemetaan DipindahkanSelasa, 8 Mei 2018 Jam 13:00 Ruang LAb Pemetaan

 

Pengganti Kuliah MLL A dan B Dr. Sukarno  Hari Sabtu, 28 April 2018 jam 08:00 WIB ruang  I/3