Bedah Buku “Arsitektur Kubah dan Konfigurasinya” Prof. Noor Cholis Idham, ST., M.Arch., Ph.D., IAI.

Penuangan dalam tulisan akan menjadikan gagasan berumur lebih panjang dan tentunya akan membuka pintu kebermanfaatan lebih lebar. Dengan tulisan gagasan dibaca lebih mudah dan dipahami dengan lebih baik. Hal tersebut akan membuka pintu manfaat, melengkapi dan bahkan memungkinkan pemberian kritik terhada gagasan yang ditawarkan. “Proses ini akan menjadikan gagasan semakin teruji dan gagasan yang teruji, terdesiminasi akan diadopsi dan dikaji banyak kalangan,” tuturnya.

Demikian disampaikan Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, ST., M.Sc., Ph.D. saat memberikan sambutan singkatnya dalam Bedah Buku “Arsitektur Kubah dan Konfigurasinya” karya Prof. Noor Cholis Idham, ST., M.Arch., Ph.D. IAI., dosen Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) pada Kamis, 29 April 2021 secara daring yang diikuti oleh dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan, relasi, mitra dan tamu undangan dengan menghadirkan pembahas Prof. Dr. Yulianto Sumalyo, DEA.

Acara yang dimoderatori oleh Dr. Ir. Revianto Budi Santoso, M.Arch., tersebut Prof. Noor Cholis Idham, ST., M.Arch., Ph.D. IAI. mengungkapkan bahwa terdapat tiga kategori tipologi kubah Utsmani, yaitu kubah berulang, kubah terpusat, kubah tunggal dengan variasi pada gubahan kubah-kubah sekunder (konfigurasi).

Ia juga menjelaskan bahwa kubah berulang identik dengan masa pre-Istanbul dengan pengaruh Seljuk. Kubah terpusat banyak dipengaruhi arsitektur eksisting Istanbul dan Asia Tengah (sinkronisasi). “Kubah tunggal dikembangkan menjadi konfigurasi modern baik masjid kecil ataupun besar (kebaruan),” jelasnya.

Prof. Dr. Yulianto Sumalyo, DEA. dalam kesempatan yang sama menyatakan bahwa pelengkung menyalurkan gaya ke kiri kanan  secara  dua dimensional berkembang menjadi konstruksi kubah yang menyalurkan gaya ke segala arah, sehingga  bisa mencapai bentangan sangat besar tergantung dari ketebalan kubah. Kubah dibangun berkembang pada zaman Romawi sebelum Islam digunakan yaitu di kuil dan gereja. “Pada masjid, kubah kadang untuk manandai tempat imam (mihrab). Bahkan berkembang kubah bawang pada jaman Bizantium yang dibuat kerangka dan sama sekali bukan untuk mengejar bentangan lebar,” ungkapnya.

Dekan FTSP UII, Miftahul Fauziah, ST., MT., Ph.D. juga berkenan hadir dan memberikan sambutan dalam kegiatan yang didukung oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tersebut.