Prof. Dr.-Ing. Ar. Ir. Ilya Fadjar Maharika, M.A., I.A.I., dosen Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), Universitas Islam Indonesia (UII) dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Arsitektur. Acara pengukuhan dilakukan pada 23 Sya’ban 1445 H/4 Maret 2024 di Auditorium Prof. KH. Abdulkahar Mudzakkir UII.
Rapat Terbuka Senat UII dipimpin oleh Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, ST., M.Sc., Ph.D. dan dihadiri oleh anggota senat universitas, pimpinan fakultas, jurusan dan prodi di lingkungan UII, pejabat perguruan tinggi sahabat, dosen, tendik, tamu undangan, mitra, relasi, keluarga dan tamu undangan.
Dalam pidato pengukuhannya, Dekan FTSP UII tersebut mengusung sebuah tema “Antroposen Arsitektur Indonesia”.
Pada kesempatan tersebut Prof. Ilya menyatakan bahwa fakta global menunjukkan, bangunan dan sektor konstruksi menyumbang 36% dari penggunaan energi final global dan 39% emisi karbon dioksida (CO2) terkait energi ketika pembangkit listrik dimasukkan. Memang arus utama ilmu arsitektur saat ini adalah industri dan keindahan. Dampaknya adalah ia kehilangan peran diskursifnya untuk mendorong ragam masa depan.
Sebagai disiplin ilmu, arsitektur adalah konsep yang kompleks, yang dapat digunakan untuk menggagas ragam masa depan. Sebagai ilmu dengan porositas tinggi, arsitektur ketika disandingkan dengan kata lain dapat menghadirkan konsep atau bingkai baru. Arsitektur Antroposen dihadirkan sebagai wacana untuk mendorong gagasan keilmuan, pendidikan, dan praktik berarsitektur yang lebih radikal yang ditujukan untuk penyelamatan bumi.
“Naskah pidato pengukuhan ini ditujukan untuk melantangkan manifesto Arsitektur Antroposen dan kontekstualisasinya bagi Indonesia,” paparnya.
Lebih lanjut, Prof. Ilya menyampaikan dan mengajak untuk membicarakan secara serius baik di ranah paradigma atau cara pandang, praktik arsitektural dan konstruksi pada umumnya, maupun pendidikan arsitektur serta kerjasama antardisiplin. Menurutnya, manifesto tersebut juga merupakan undangan bidang ilmu lain bahkan politik. “Masa depan planet bumi yang menuju kerusakan tidak perlu diperdebatkan lagi karena fakta telah kita rasakan bersama,” tegasnya.
Menurutnya, tidak ada jalan lain selain menyatukan visi penyelamatan bumi, menggali seluruh daya pikir, rekayasa dan teknologi untuk kepentingan tersebut. “Keputusan politik pun harus mampu mendorong solusi-solusi pembangunan yang berpihak ke alam dan meninggalkan retorika menyesatkan,” pungkasnya.