Coffee Morning Lecture #6 “Quo Vadis Petani” Tantangan yang Dihadapi dalam Menghadapi Krisis

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menyelenggarakan kegiatan diskusi ilmiah Coffee Morning Lecture seri 6. Kegiatan tersebut diharapkan opini masyarakat menjadi lebih terbuka terhadap isu-isu yang berkembang di Indonesia, sehingga masyarakat tidak apatis dan skeptis terhadap pemberitaan media.

Coffee Morning Lecture kali ini mengangkat tema “Quo Vadis Petani”, yang membahas tantangan yang dihadapi oleh petani dalam menghadapi krisis iklim, krisis lahan, dan krisis sumber daya manusia (SDM) petani. Dengan menghadirkan para ahli dan praktisi lintas sektor, acara ini bertujuan untuk mencari solusi dan strategi inovatif dalam mendukung keberlanjutan sektor pertanian di Indonesia di tengah berbagai krisis yang melanda.

Acara yang diselenggarakan di Ruang IRC Gedung Moh. Natsir Kampus FTSP UII pada 21 Dzulhijjah 1445 H /28 Juni 2024 tersebut secara resmi dibuka oleh Dekan FTSP UII, Prof. Dr.-Ing. Ir. Ilya Fadjar Maharika, MA., IAI., yang dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan tersebut bertujuan untuk berbagi pengalaman, kerentanan, dan praktik baik masyarakat dalam ketahanan pangan. Selain itu juga memperkuat kolaborasi dan berbagi pengetahuan antar pemangku kepentingan untuk mendorong inovasi, peningkatan kapasitas, dan transfer teknologi di bidang pertanian dalam menghadapi krisis iklim, krisis lahan, dan krisis sumber daya manusia (SDM) petani. “Output yang dihasilkan diharapkan mampu mendokumentasikan praktik-praktik baik yang mendorong rencana kolaborasi para pihak dalam meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia,” tuturnya.

Baca juga : https://fcep.uii.ac.id/blog/coffee-morning-lecture-5-kolaborasi-antardisiplin-dalam-pelestarian-bangunan-cagar-budaya/

Dalam kesempatan tersebut menghadirkan narasumber Ir. Sigit Harjono, S.P., M.P., Kepala Bidang Hortikultura, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY., Prof. Dr. Jamhari, S.P., M.P., Guru Besar Fakultas Pertanian UGM., Khaerul Anam Widya Purnama, S. Fil., Praktisi Permakultur.

Selain itu juga menghadirkan panelis Dr. Ir. Ruzardi, M.S. APU SDA dan BB., Pusat Studi Banjir dan Kekeringan (Pusbanker) UII, Ir. Hastuti Saptorini, M.A., Center for Socius Design (CSD) UII dan Dewi Wulandari, S.Hut., M.Agr., Ph.D., Pusat Studi Perubahan Iklim dan Kebencanaan (PUSPIK) UII.

Prof. Dr. Jamhari, S.P., M.P., dalam kesempatan tersebut mengatakan bahwa Indonesia menghadapi perubahan iklim, krisis sumber daya manusia, terkait dengan pertanian. Secara umum Indonesia dapat dikatakan sedang menghadapi tantangan pangan dan pertanian. Menurutnya, kapasitas supply pertanian makin sedikit karena lahan yang semakin semakin menyusut dan terkonversi. Kemudian perubahan iklim, ataupun water shortage atau kekurangan air. “Air itu tidak hanya dipakai untuk pertanian. Bahkan air dari sumbernya sudah diambil untuk air minum, dan juga untuk tanaman maupun ternak. Sehingga semakin terbatas. Itulah tantangan yang harus kita hadapi,” ungkapnya.

Beliau juga menambahkan bahwa Indonesia akan mencapai puncak kebutuhan atau demand pada 2062, tentunya kebutuhan sandang, pangan dan papan sudah mencapai puncaknya dan itu yang harus dipersiapkan dari sekarang.

Sementara itu, Kepala Bidang Holtikultura Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Sigit Hardjono mengatakan bahwa pertanian memiliki peran yang sangat krusial dalam perekonomian, baik dari segi penyediaan pangan, lapangan kerja, bahan baku industri, devisa negara, kelestarian lingkungan, penguatan ekonomi pedesaan, hingga pelestarian budaya dan tradisi. Menurut Sigit, penting untuk terus mendukung dan mengembangkan sektor pertanian agar dapat terus memberikan manfaat bagi masyarakat dan bangsa. “Kondisi pertanian saat ini dihadapkan dengan berbagai tantangan, namun juga memiliki peluang untuk berkembang,” tuturnya.

Sigit juga menegaskan bahwa tantangan lain yakni krisis lahan dimana konversi lahan untuk pembangunan, degradasi lahan, dan akses lahan yang terbatas bagi petani kecil menjadi hambatan besar, dan krisis sumber daya manusia petani. Kurangnya minat generasi muda, populasi petani yang menua, jumlah petani dari tahun ke tahun jumlahnya berkurang dan keterbatasan keterampilan dan pengetahuan menjadi kendala besar.

“Tantangan yang dihadapi sekor pertanian antara lain krisis iklim, perubahan iklim membawa dampak signifikan pada sektor pertanian, seperti kekeringan, banjir, hama penyakit tanaman, dan kenaikan permukaan laut,” kata Sigit.

“Berbagai upaya yang dilakukan dalam menghadapi tantangan di sektor pertanian, terutama dalam menghadapi krisis iklim yakni dengan mengembangkan varietas tanaman tahan hama, penyakit, dan kekeringan,” pungkasnya.

Dalam kegiatan yang dihadiri oleh perwakilan pemerintah atau lembaga, perwakilan instansi swasta dan praktisi, perwakilan universitas, perwakilan ikatan alumni dilingkungan UII, perwakilan pusat studi, perwakilan masyarakat atau komunitas dan media massa tersebut juga dilakukan pemaparan rencana Landscape Hidroponik oleh Ir. Hanif Budiman, M.T., Ph.D.

Kegiatan yang berlangsung hingga tengah hari ini diliput pula oleh beberapa media cetak dan online di antaranya:

  1. https://beritabernas.com/keterbatasan-lahan-dan-sdm-jadi-ancaman-bidang-pertanian-yang-memicu-krisis-pangan/