Kenduri Kampus Alumni Arsitektur FTSP UII Gelar Webinar Arsitektur Kebencanaan
Serangkaian bencana goncangan gempa di Indonesia beberapa puluh tahun terakhir menunjukkan bahwa dampak bencana gempa semakin didominasi oleh gagalnya bangunan rumah sederhana tembokan, karena terindikasi dibangun dibawah standar yang ditentukan. Bangunan semacam itu menjadi bertambah favorit dan menjadi semakin banyak digemari oleh masyarakat sebagai huniannya, karena mempunyai banyak kelebihan yang tidak dipunyai oleh bangunan tradisional yang selama ini menampilkan ketahanan gempanya.
Namun demikian pembangunan bangunan populer tersebut terindikasi kuat umumnya dibangun dibawah standar karena tanpa menggunakan konsep bangunan aman dan tahan gempa, padahal bangunan tembokan itu getas dan berat. “Karena jumlahnya semakin banyak, maka otomatis risiko bencana gempa akan semakin tinggi karena semakin membahayakan penghuninya saat tergoncang gempa kuat,” tuturnya.
Demikian diungkapkan Prof. Ir. Sarwidi, MSCE., Ph.D., IP-U., guru besar Jurusan Teknik Sipil FTSP UII saat mempresentasikan materinya “Evaluasi Ketahanan Bangunan Terhadap Gempa Secara Massal Dalam Upaya Efektif Pengurangan Risiko Bencana Gempa” dalam sebuah webinar Kenduri Kampus yang digelar oleh Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) bekerjasama dengan Asosiasi Alumni Arsitektur (AAA) UII dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 19 Jumadilawal 1443 H/23 Desember 2021.
Acara yang diikuti oleh alumni, praktisi, dosen dan masyarakat umum tersebut juga menghadirkan narasumber Prof, Noor Cholis Idham, ST., M.Arch., Ph.D., IAI., guru besar Jurusan Arsitektur FTSP UII dengan materinya berjudul “Evaluasi Keselamatan Bangunan Untuk Arsitek”.
Dalam materinya, Prof, Noor Cholis Idham menyatakan bahwa didalam arsitektur ada dua cara dalam menghadapi gempa. Yang pertama adalah dengan cara kuat, dengan struktur yang kuat dan mampu bertahan serta tidak ada perubahan deformasi yang berlebihan dan kembali dengan cepat. Sedangkan yang kedua, dengan cara tidak melawannya tetapi dengan mengikutinya atau cara fleksibel. Hal tersebut sudah dilakukan oleh nenek moyang sejak dulu dengan bangunan bambu dan kayu. Disana tidak ditemukan sambungan kaku. Hanya saja hal tersebut menjadi tidak populer, karena bangunan kayu atau bambu identik dengan kemiskinan. “Oleh karena itu bambu itu akan naik citranya dan naik kelas dengan campur tangan seorang arsitek. Itulah yang akan kita kembangkan sebagai seorang arsitek,” ungkapnya.
Berkenan memberikan sambutan pada kesempatan tersebut, Ketua IAI DIY, Ir. Ahmad Saifuddin Mutaqi, MT., IAI dan Ketua Umum AAA FTSP UII, Yanuar Iwan Pandria, ST.