Kuliah Umum Kepala BMKG Tingkatkan Mitigasi Bencana
Sejarah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah ada sejak zaman Hindia Belanda yang dibuat oleh VOC. Letak geografis Indonesia yang diapit oleh tiga lempeng yakni eurasia, pasifik dan indo australia memposisiskan Indonesia sebagai wilayah yang rawan dengan bencana gempa.
Oleh karena itu BMKG dalam melakukan mitigasi bertugas untuk memonitor patahan-patahan lempeng, dalam kurun waktu 2 (dua) tahun ke depan BMKG akan melakukan penambahan sensor, kurang lebih berjumlah 500 untuk peningkatan monitoring patahan-patahan.
Demikian dituturkan Kepala BMKG (Prof.Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D.) dalam kuliah umum di Gedung Mohammad Natsir Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) Jl.Kaliurang Km.14,5 Sleman Yogyakarta pada Jum’at (8 Nopember).
Sebelum kuliah umum dilaksanakan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara UII dengan BMKG yang dilakukan oleh Rektor UII (Fathul Wahid, ST., M.Sc., Ph.D) dengan Kepala BMKG (Prof.Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D) disaksikan dan dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik & Riset UII (Dr.Drs. Imam Djati Widodo, M.Eng.Sc.), Wakil Rektor Bidang Networking dan Kewirausahaan UII (Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D.), Kepala Staf Gempa Bumi dan Tsunami BMKG (Rahmat Triyono, ST., Dipl.Seis., M.Sc.), Kepala Stasiun Klimatologi BMKG DIY (Reni Kraningtyas, SP., M.Si), Ketua Jurusan Teknik Sipil UII (Prof.Ir. Widodo, MSCE., Ph.D), serta ratusan dosen dan mahasiswa Program Studi Teknik Sipil FTSP UII.
Dalam kuliah umum Kepala BMKG melanjutkan, bahwa aktivitas kegempaan mengalami trend kenaikan sejak tahun 2013 denga rata-rata 4000 hingga 5000 kali gempa per-tahun. Namun pada tahun 2017 mengalami peningkatan sebanyak lebih dari 7000 kali, kemudian lonjakan terjadi pada tahun 2018 menjadi lebih dari 11.000 kali.
Prof.Ir. Dwikorita berharap melalui kerjasama dengan UII juga dapat dilakukan kajian-kajian mengenai bencana kegempaan. Dengan adanya kajain-kajian, ilmu pengetahuan, teknologi dan kerjasama dengan perguruan tinggi akan meningkatkan mitigasi bencana. Beliau berharap pula para lulusan Teknik Sipil mampu membangun inovasi mitigasi gempa bumi dengan memahami pusat gempa, sehingga perlu memetakan zona-zona perambatan getaran gempa cepat maupun lambat. Ungkapnya.