Kita ada satu mekanisme bahwa Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) menjadi patokan kita untuk bisa menciptakan sarjana S1 yang dilevel 6 (enam). Proses pembelajaran ini terus kita kembangkan, sehingga mahasiswa juga tertarik dengan apa apa yang kita ajarkan. Karena cara mengajar dosen seperti dulu itu dimungkinkan berbeda dengan cara mengajar mahasiswa sekarang ini, karena topiknya berbeda, themanya berbeda, cara mengajarnya berbeda, dan ruhnya berbeda.
Demikian disampaikan Setya Winarno, ST., MT., Ph.D Wakil Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) saat memberikan kata sambutan pada acara sosialisasi Penerapan Kurikulum Berbasis KKNI di Ruang Sidang Teknik Sipil Gedung Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII, Sabtu (27 Agustus) yang dihadiri sekitar 45 (empat puluh lima) dosen FTSP UII.
Sylvi Dewajani, Ph.D., Pakar KKNI Nasional menjelaskan “Konsep Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi” mengatakan bahwa, KKNI adalah penjenjangan kualifikasi kerja yang menyandingkan, mengutarakan, mengintegrasikan pendidikan dan pelatihan serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kopetensi kerja sesuai dengan jabatan kerja di berbagai sektor. Jadi KKNI itu sebuah penggaris atau mistar bukan kurikulum, jelas Sylvi Dewajani, Ph.D.
Ia melanjutkan bahwa, tingkat kedalaman dan keluasan materi pembelajaran untuk setiap program pendidikan, dirumuskan dengan mengacu pada deskripsi capaian pembelajaran lulusan dari KKNI. Tingkat kedalaman dan keluasan materi pembelajaran bersifat kumulatif dan atau integratif. Tingkat kedalaman dan keluasan materi pembelajaran dituangkan dalam bahan kajian yang distrukturkan dalam bentuk mata kuliah. Hal ini sesuai dengan pasal 8-9 Permendikbud nomor 44 tahun 2015. Paparnya.
Sedangkan standar penilaian sesuai dengan Pasal 18-24 bahwa Standar penilaian pembelajaran merupakan kriteria minimal tentang penilaian proses dan hasil belajar mahasiswa dalam rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan; dengan prinsip penilaian edukatif (mendidik), otentik, objektif, akuntabel, transparan, dan dilakukan secara terintegrasi. Teknik penilaian yang harus diperhatikan terdidi atas observasi, partisipasi, unjuk kerja, tes tertulis, tes lesan dan angket. Ungkap Sylvi.
Sementara guru besar FTSP UII Prof.Ir.Widodo, MSCE., Ph.D menyampaikan thema “Dosen Ideal Sebagai Pendidik dan Pembangun Peradaban”. Pilar pembelajaran kita terdiri dari learning to know, bagaimana mahasiswa tahu dan menerapkan cara belajar yang efektif dan berdaya guna; learning to do, bagaimana mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmunya secara trampil untuk kesejahteraan manusia; learning to be adalah bahwa ilmu yang dimiliki oleh mahasiswa dapat menjadi aset sosial, bermanfaat untuk orang disekitarnya; dan learning to Live together adalah bahwa proses pembelajaran harus menjadikan mahasiswa sebagai warga negara yang baik, menguat-kan kohesi sosial, membangun ketahanan masyarakat/nasional.
Pendidikan Nasional kita dengan maksud mengembangkan kemampuan serta membentuk watak atau karakter dan peradaban yang bermanfaat. Sehingga upayakan dalam sistem pembelajaran itu mahasiswa sebisa mungkin mengerti apa yang disampaikan dosen. Pinta Prof.Widodo.