Prof, Noor Cholis Idham, ST., M.Arch., Ph.D., IAI   resmi menyandang gelar sebagai salah satu Profesor di Universitas Islam Indonesia (UII). Pencapaian gelar profesor ini merupakan profesor pertama yang dimiliki oleh Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII. Dirinya meraih jabatan Profesor/ Guru Besar dalam bidang Arsitektur, yang saat ini juga masih menjabat sebagai Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII.

Penyerahan Surat Keputusan Kenaikan Jabatan Akademik Profesor diserahkan oleh Prof.Dr. Didi Achjari, SE., M.Com., Akt. selaku Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah V kepada Rektor UII (Prof. Fathul Wahid, ST., M.Sc., Ph.D.) selanjutnya diserahkan langsung kepada Prof. Noor Cholis Idham, S.T., M.Arch., Ph.D., IAI. pada Selasa (9 Maret) bertempat di Gedung Kuliah Umum (GKU) UII Jl. Kaliurang Km.14,5 Sleman Yogyakarta.disaksikan oleh Ketua Badan Wakaf UII (Drs. Suwarsono Muhammad, M.A.), Pimpinan Fakultas, Jurusan, serta Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII.

Rektor UII (Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D.) dalam kata sambutannya menuturkan menjadi guru besar atau profesor tidak dapat dialami semua dosen. Dari 291.623 dosen yang terdaftar di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (pddikti.kemdikbud) hingga saat ini 9 Maret 2021 yang tersebar di 4.611 perguruan tinggi, dan hanya 5.364 (Sinta, sinta.ristekbrin)  yang mempunyai jabatan akademik guru besar alias hanya 1,8%. Karenanya, banyak harapan publik digantungkan kepada pemegang jabatan akademik ini.

Meski dari sisi cacah, guru besar adalah kalangan terbatas, namun tidak boleh bersikap elitis. Guru besar tidak lantas merasa berhak mengasingkan diri dan hidup di menara gading, tetapi justru sebaliknya, harus tetap membumi dan terlibat dalam banyak aktivitas akademik dan pemecahan masalah nyata di lapangan. Guru besar adalah pengawal pengembangan ilmu pengetahuan yang relevan dengan zaman. Ini adalah syarat penting kemajuan sebuah peradaban manusia.

Seorang guru besar jangan sampai lupa dengan tugas utamanya dalam pengembangan ilmu ungkap Prof. Fathul Wahid, tetapi ilmunya pun harus diajarkan dan disebarkan kepada publik. Jabatan apapun yang diembannya jangan sampai menjadi alasan untuk berhenti mengembangkan diri, meneliti, dan menulis. Saya juga mengharapkan para guru besar memperluas bacaan untuk memperkaya perspektif terkait dengan konteks.

Ada kalanya tambahnya, para guru besar berani mulai menapaki jalan sunyi yang tidak banyak orang berpikirian serupa. Sekali lagi, tidak selalu mudah dan bebas risiko, tetapi bukankah bola salju yang besar selalu berawal dari kepal salju yang kecil?

Oleh karenanya kata Prof.Fathul Wahid, seorang guru besar sudah saatnya meneguhkan diri menjadi pemikir mandiri dengan referensi yang kaya dan argumen kuat, serta tidak lagi terbawa arus narasi publik. Keteguhan ini menjadi semakin penting di era paskakebenaran ketika opini sarat kepentingan lebih dikedepankan dibandingkan fakta.

Jika ini yang dilakukan, maka, para guru besar tidak lagi membangun argumen hanya untuk kepentingan diri sendiri atau kepentingan sesaat. Sampai level tertentu, bisa jadi semangat altruisme, berkorban untuk orang lain dan institusi, diharapkan melekat pada para guru besar. Inilah saatnya mengasah kebahagiaan ketika mampu memberi, dan tidak lagi terlalu menikmati suka ketika menerima.

Pesan-pesan ini tidak hanya valid bagi guru besar baru, tetapi untuk semua guru besar, termasuk saya (ungkap Prof.Fahul Wahid). Bahkan, pesan-pesan ini pun relevan untuk semua dosen. Tantangan berat yang mungkin dihadapi tidak lantas menjadikan pesan-pesan tersebut tidak valid. Ruang diskusi tentu tetap terbuka.

Prof. Fathul Wahid menitipkan pesan, izinkan saya menitipkan beberapa permintaan atas nama UII. Pertama, mohon bantuannya untuk mendorong dan membesarkan UII dalam rel moral dan akademik dengan standar tinggi. Isu ini menjadi penting ketika kita dengar ada kabar bahwa  dosen atau peneliti yang menjadikan jabatan akademik guru besar menjadi tujuan dan bahkan mengabaikan etika untuk mendapatkannya.

Kedua, mohon bantuan dalam mendampingi para dosen yang lebih muda secara akademik. Saya memilih menggunakan pendampingan untuk menjaga semangat kolegial. Di kampus, teori manajemen sumber daya konvensional tidak selalu relevan, karena atasan atau bawahan hanya merupakan pembagian peran dalam bingkai waktu tertentu.

Di belakang suami yang hebat, dapat dipastikan ada istri sebagai pendamping yang lebih hebat. Saya percaya, ikhtiar dan doa suami istri ibarat bejana berhubungan yang saling menyeimbangkan. Karenanya, saya titip satu pesan tambahan: jangan lupa berterima kasih kepada istri dan anak-anak. Tutup Prof.Fathul Wahid.

Sabtu (20 Pebruari) Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar Seminar Karya dan Pameran Arsitektur Indonesia ke-7 (SAKAPARI 7) secara daring bertajub Pengelolaan Cagar Budaya di tengah Krisis.

Dekan FTSP UII (Miftahul Fauziah, Ph.D) dalam sambutannya menuturkan, Jurusan Arsitektur UII secara periodik menyelenggarakan Seminar Karya dan Pameran Arsitektur Indonesia atau SAKAPARI, dan saat ini adalah SAKAPARI yang ke-7.

Di era kemajuan teknologi saat ini Ungkap Miftahul Fauziah, terlebih sedang masa krisis akibat pandemi maka bukan turis yang datang ke Indonesia menikmati heritage yang ada. Dan salah satu pelestarian dan pemanfaatannya bukan membawa orang datang ke heritage tersebut, akan tetapi cagar budayanya yang di bawa kepada mereka dengan kemajuan teknologi secara virtual.

Oleh karena itu, imbuh Miftahul Fauziah, pelestarian arsitektur di tengah krisis yang diakibatkan oleh pandemi seperti Covid-19 tetap harus dilakukan untuk kepentingan lintas generasi.

Sementara Ketua Jurusan Arsitektur FTSP UII (Prof. Noor Cholis Idham, Ph.D., IAI) dalam seminarnya mengatakan, heritage atau cagar budaya harus terus dilestarikan. Bukan hanya sebagai benda museum saja yang hanya dipertahankan keasliannya, namun juga harus memberikan manfaat bagi kehidupan sosial dan ekonomi dimana heritage itu berada. Heritage itu kedepan harus dapat diwariskan dan dilimpahkan kepada generasi kita selanjutnya agar mereka juga dapat mengambil manfaat dari yang kita ditinggalkan.

Lebih jauh disampaikan, pandemi Covid-19 yang melanda negeri ini sudah mengubah sendi-sendi kehidupan, termasuk di dalamnya kondisi pengelolaan warisan budaya. Padahal di tanah air ini terdapat banyak heritage yang didalamnya tentu perlu dijaga keberadaannya.

Intinya bahwa, keberadaan warisan budaya dari pendahulu kita itu harus kita jaga untuk bangsa ini dan anak cucu kita kelak kemudian hari. Semua itu penting agar tetap bisa sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kelangsungan hajat hidup orang di negara ini. Tutup Prof. Noor Choolis.

SAKAPARI 7 menghadirkan narasumber Prof.Ir. Antariksa M.Eng., Ph.D (Universitas Brawijaya) mengatakan, jika suatu bangunan heritage sudah hancur, kemungkinan besar tidak bisa direkonstruksi kembali. Hal itu karena bahannya dan struktur bangunannya sudah berubah.

Kalau kita perhatikan banyak beberapa candi di Indonesia itu banyak yang tidak direkonstruksi karena data historis dan data arsitekturnya tidak ada, sehingga mereka tidak berani. Sebuah heritage bisa memiliki fungsi baru, namun bukan bentuk baru. Penambahan bangunan tidak boleh mengganggu bentuk aslinya. Ungkap Prof. Antariksa.

Seminar dipandu oleh Dr-Ing. Nensi Golda Yuli yang dihadiri dan menyampaikan kata sambutan Wakil Rektor UII Bidang Networking dan Kewirausahaan (Ir.Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D), Dekan FTSP (Miftahul Fauziah PhD), Ketua Jurusan Arsitektur FTSP UII (Prof. Noor Cholis Idham, Ph.D., IAI), Segenap Ketua Program Studi, yang diikuti oleh 114 penyaji paper dari dalam dan luar UII. (h).

Pendirian UII pada 27 Rajab 1364 merupakan ikhtiar membangun peradaban. Harapan kolektif para pendiri digantungkan. Sejak awal, UII diharapkan menjadi aktor penting yang menyiapkan anak bangsa untuk membangun peradaban baru Indonesia dan Islam. Catatan sejarah menunjukkan itu semua.

Kini, usia UII menginjak 78 tahun menurut kalender hijriah. Kondisi UII saat ini merupakan akumulasi kerja peradaban para pendiri dan pendahulu. Tak seorang pun berhak mengklaimnya sebagai hasil kerja personal. Jika ada (semoga tidak), klaim seperti itu adalah simbol arogansi karena menafikan kontribusi banyak orang.

Kemurahan Allah Swt. telah mengantarkan UII dalam kondisinya yang sekarang. Tanpa bermaksud membanggakan diri, kerja kolektif kita semua, telah menjadikan UII masuk dalam jajaran perguruan tinggi terbaik di Indonesia dan dikenal kolega-kolega di manca negara. Jaringan global pun semakin tertata. Keterlibatan aktif UII di beragam konsorsium internasional dapat menjadi indikasi. Publikasi ilmiah para warganya di kanal internasional dan pengakuan beragam lembaga akreditasi internasional juga semakin menegaskan. Tentu, capaian ini perlu disyukuri bersama, dengan penuh catatan.

Demikian dituturkan Prof. Fathul Wahid (Rektor UII) dalam kata sambutan dan pengantar workshop “Menuju FTSP 2045: Rebranding dan Reconfiguring”secara daring yang digelar Fakultas Teknik Sipil dan Perencaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Rabu (17 Pebruari). Workshop dihadiri tidak kurang dari 150 dewan dosen dan tenaga kependidikan FTSP UII, serta para pimpinan Fakultas dilingkungan UII.

Dalam kata sambutannya Prof. Fathul melanjutkan, banyak harapan kepada UII yang belum sepenuhnya menjadi nyata (Ungkap Prof. Fathul). Bahwa deretan pekerjaan rumah masih menanti ditunaikan. Kita bisa sebut di sini beberapa. Termasuk di antaranya adalah peningkatan kualitas pendidikan yang membebaskan, penelitian yang berimbas, dan sensitivitas serta kontribusi signifikan dalam penyelesaian beragam masalah bangsa.

Semua tersebut membutuhkan kerja kolektif yang bersambung antargenerasi. Ini kerja peradaban sepanjang hayat. Saya personal berharap (ungkap Prof. Fathul) Allah masih mengizinkan saya melihat UII ketika berusia satu abad. Waktu 22 tahun ke depan memang terlalu singkat untuk membangun peradaban baru, tetapi sangat lama untuk berlalu tanpa kemajuan berarti.

Saya (Prof. Fathul) berdoa, ketika usia menginjak satu abad pada 27 Rajab 1464 (9 Juni 2042), setelah 1.200 kali purnama dilalui UII, harapan-harapan besar tersebut semakin nyata. UII tetap tegar berdiri dan tumbuh menjadi perguruan tinggi yang semakin dihormati dan tetap menjaga standar akhlak organisasi tertinggi.

Warga UII berhasil secara berjemaah mendorong kemajuan substantif, menentukan takdirnya sendiri, dan tidak terjebak pada muslihat yang dapat membocorkan energi dan menggerus nurani. UII semakin mantap menjadi organisasi modern dengan dukungan teknologi dan semua indikatornya. UII dan warganya pun, saya doakan, semakin siap menjadi warga global yang berkontribusi pada penyelesaian masalah-masalah kemanusiaan. Banyak inovasi berimbas yang diproduksi dengan niat suci.

Prof. Fathul menegaskan, saya percaya, ketika harapan kolektif disatukan dan ikhtiar bersama dilakukan, Allah akan memudahkan jalan ke depan. Jalan untuk membangun peradaban baru Indonesia dan Islam yang bermartabat. Ia pun mengajak, mari kita bersama jemput masa depan itu. Yang perlu kita lakukan adalah mengenali kekuatan diri, memahami perkembangan mutakhir, dan meresponsnya secara inovatif.

Apa yang diinisiasi oleh Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) melalui workshop hari ini yang bertajuk “Menuju FTSP 2045: Rebranding dan Reconfiguring”, adalah salah satu anak tangga untuk melakukan itu semua. Saya berharap dari workshop ini muncul kesadaran kolektif baru untuk meneguhkan perjalanan FTSP ke depan, sebagai bagian penting UII. Selain itu, mendesain anak tangga mencapai tujuan yang lebih tinggi sama pentingnya dengan membangun harapan bersama.

Siapa tahu, untuk menemukan hentakan baru, nama FTSP sendiri mungkin ingin diubah sebagai bagian dari penjenamaan (rebranding). Jika disepakati, nama baru tersebut perlu dipilih supaya tidak ada kesan hegemonik disiplin tertentu, tetap menghargai sejarah lampau, tetapi lebih inklusif, distingtif, dan futuristik. Tutupnya.

Sebelumnya Dekan FTSP UII (Miftahul Fauziah, Ph.D) dalam sambutan dan pengantar workshop mengemukakan,  bahwa Tahun 1945 adalah merupakan tahun yang penting bagi seluruh rakyat Indonesia umumnya dan Universitas Islam Indonesia (UII) khusunya. Karena pada tahun 1945 Indonesia Merdeka dan UII berdiri.

100 tahun adalah merupakan momentum yang penting bagi kita sebagai pandangan kita ke-depan. Oleh karenanya saat ini FTSP mempersiapkan diri menuju 2045 dengan menggelar workshop, dengan harapan acara dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Workshop “Menuju FTSP 2045: Rebranding dan Reconfiguring” hari pertama menghadirkan 3 (tiga) nara sumber Dr.Muhammad Muqoddas, SH., M.Hum; Drs.Suwarsono Muhammad, MA ; dan Ir.Munichy B Edrees, M.Arch., IAI

Dr.Muhammad Muqoddas, SH., M.Hum menyampaikan Guardian of Equity Nasionalitas Korupsi NKRI, dengan merekomendasikan untuk mengawal keadilan dan proporsi pembangunan berbasis pembebasan masyarakat.

Maka FTSP menganisiasi pola lintas disiplin ilmu untuk disain pembangunan berkeadilan dengan catatan dilanjutkan Desain Riset Nasional,  dan simposium pembangunan perspektif keadilan ekonomi kerakyatan. Ungkapnya.

Sementara Ketua yayasan Badan Wakaf UII (Drs.Suwarsono Muhammad, MA) mengapresiasi rebrending 2045 ini dibikin scenario yang menarik. 25 tahun kedepan globalisasi yang diberikan kedaulatan untuk pendidikan di FTSP. Oleh karenanya FTSP berdaulat dalam pergaulan internasional yang salah satu subtansinya adalah keunikan FTSP.

Dihari kedua Jum’at (19 Pebruari) workhop “Menuju FTSP 2045” menghdirkan narasumber Prof. Aris Ananta, M.Sc., Ph.D dengan tema Gateway to Global Market.

Bumi saat ini mengalami tekanan perubahan iklim yang dramatis, tentu saja komitmen dari alumninya akan menjadi penting untuk lebih menegaskan bahwa FTSP UII adalah merupakan bagian dari upaya menyelamatkan bumi. Berapa besar dampak disrupsi teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Apalagi tuntutan pasar global sangat dibutuhkan maka diperlukan keahlian khusus serta kemampuan untuk berkolaborasi diberbagai disiplin ilmu. Ungkapnya.

Sebelumnya disampaikan pemaparan scenario peran FTSP di tahun 2045 perwakilan dari masing-masing Jurusan dan dilanjutkan dengan diskusi reconfiguring serta penjaringan aspirasi. (h).

 

Pada hari ini, Kamis 11 Pebruari 2021 saya yang bertanda tangan di bawah ini, dihadapan Bapak Ibu serta saudara-saudari, sebagai arsitek, dengan ini menyatakan bersedia mengucapkan sumpah Arsitek sesuai dengan agama yang saya anut sebagai berikut :

Demi Allah saya bersumpah, bahwa: “Dalam segala tata laku anggota ikatan arsitek Indonesia berjanji, berpegang teguh pada mukadimah IAI, dengan keyakinan bahwa, penyimpangan atas kode etik arsitek, dan kaidah tata laku profesi arsitek adalah, mencemarkan kehormatan, jabatan, kedudukan, dan martabat kami, sebagai arsitek.

Demikian sumpah profesi sebelas arsitek muda Fakultas Teknik Sipil dan Perencenaan Universitas Islam Indonesia (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) angkatan ke-6 Tahun Akademik 2020/2021 yang dilakukan Kamis (11 Pebruari) secara virtual mengingat saat ini masih dalam masa pandemi Covid-19.

Sumpah profesi arsitektur UII dihadiri dan disaksikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayan (Prof.Ir. Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D), Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Periode 2020-2021 (Ketut Rana Wiarcha, IAI), Rektor UII (Prof.Fathul Wahid S.T., M.Sc., Ph.D.), Dekan FTSP (Miftahul Fauziah, Ph.D) dan para Wakil Dekan, Ketua Jurusan Arsitektur UII (Prof. Noor Cholis Idham, M.Arch., Ph.D., IAI)., Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) DIY, (Ir.Ahmad Saifuddin Mutaqi, MT., IAI), dewan kehormatan IAI (Ir. Munichy BE, M.Arch., IAI), segenap dewan dosen Program Studi Arsitektur, dan tamu undangan.

Prosesi pengambilan janji arsitek secara virtual dilakukan Dekan FTSP UII (Miftahul Fauziah, Ph.D), sementara penyerahan SKA Arsitek Muda oleh Ketua Ikatan Arsitek (IAI) DIY, (Ir.Ahmad Saifuddin Mutaqi, MT., IAI), dan pengalungan srempang oleh Ketua Jurusan Arsitektur UII (Prof.Noor Cholis Idham, M.Arch.,Ph.D., IAI).

Dalam sambutannya Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia (Prof.Ir. Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D) menuturkan, sebagai salah satu kampus tertua di negeri ini Universitas Islam Indonesia (UII) menjadi salah satu ujung tombak, sangat penting dalam melahirkan arsitek-arsitek yang handal. Kebutuhan akan arsitektur yang handal, profesional dan berkualitas baik merupakan tantangan Indonesia untuk saat ini dan kedepan. Prof.Nizam berharap UII terus menghasilkan arsitek-arsitek sesuai dengan kebutuhan dalam negeri maupun dunia Internasional. Ungkap Prof.Nizam.

Rektor UII (Prof.Fathul Wahid S.T., M.Sc., Ph.D.) dalam sambutannya menyampaikan pentingnya System informasi yang ada saat ini, disamping ucapan sukses dan selamat kepada sebelas para arsitek muda UII. Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Periode 2020-2021 (Ketut Rana Wiarcha, IAI) dalam sambutannya memberikan ucapan selamat dan bangga atas raihan profesi arsitektur kepada para arsitek muda UII.

Sementara laporan Ketua Program Studi Arsitektur yang dibacakan oleh Baritoadi Buldan RR, ST., MT mengatakan bahwa, lulusan dari Program Studi Profesi Arsitek (PPAr) Universitas Islam Indonesia sebanyak 11 mahasiswa terdiri dari 5 wisudawati dan 6 wisudawan. Pencapaian IP Kumulatif rata-rata 3,56 dimana terendah 3,13 dan tertinggi 3,94. Dengan predikat cumlaude diperoleh: 1.Wan Kasali Murphy IPK 3,94; 2.Nadya Putri Azzura IPK 3,88. 3.Lithaya Nida Amalia IPK 3,85; 4.M.Ridho Praja Kori IPK 3,81; 5.Syifa Azahra Gumilar IPK 3,81; 6.Mohammad Azam Izzudin IPK 3,78.

Sedangkan Achmad Zainy Dahlan IPK 3,56; Almira Bi Retnowati IPK 3,53; Arif Rasipu IPK 3,73; Bintang Satria Tama IPK 3,13; Naura Hassa Lalitya Cornika IPK 3,74. Lapor Baritoadi.

Sambutan perwakilan wisudawan/wati diwakili oleh Wan Kasali Murphy, mengatakan banyak pengalaman yang berkesan selama menempuh pendidikan di UII. Banyak sekali pengetahuan seputar perancangan kota menjadi pengalaman berharga bagi dirinya. Bahkan aku dia, harus lembur di studio, dan Ini bukanlah hal yang baru bagi kita (mahasiwa arsitektur). Hal ini menurut dirinya memperoleh engetahuan kerja sama antar tim, meski belum meraih juara. Pungkas Wan. (h).

Selasa (9 Pebruari) tim auditor Lembaga Audit Yayasan Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia (UII) kembali lakukan audit Realisasi Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) tahun buku 2020 bagi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP). Pembukaan dan pelaksanaan audit dilaksanakan secara daring di tengah-tengah pandemic covid-19 yang masih relatif merebak. Audit dihadiri Pimpinan Fakultas, segenap auditor dan auditi pengurus Jurusan dan Program Studi dilingkungan FTSP.

Dekan FTSP UII (Miftahul Fauziah, Ph.D), dalam sambutannya mengemukakan Audit RKAT semacam ini adalah merupakan suatu kegiatan rutin siklus yang sudah biasa kita jalani yang dikenal dengan penjaminan mutu. Bahwa semua sudah kita lakukan, dan kita memasuki siklus baru pelaksanaan RKAT 2021 nantinya bisa bercermin dan lebih baik dari yang sudah dilakukan sebelumnya. Hal ini adalah merupakan upaya untuk bercermin dan memotret diri, mana-mana yang sudah baik kita laksanakan kita tingkatkan dan dipertahankan, dan sebaliknya mana-mana yang belum bisa dilaksanakan, sehingga kita bisa belajar dari sana.

Sehingga kata Miftahul Fauziah, kegiatan-kegiatan yang belum bisa dilaksanakan pada siklus sebelumnya dapat kta laksanakan pada siklus berikutnya. Dan yang paling penting dari penjaminan mutu adalah hasil audit nanti yang tujuannya hari esok lebih baik dari hari ini, dan hari ini lebih baik dari hari kemarin. Sehingga continuous complement (pelengkap) terus bisa dijalankan. Ungkap Miftahul Fauziah.

Lead Auditor Drs.Arif Bachtiar, MSA, Ak.,CA, SAS) menuturkan, tujuan audit ini untuk mengukur ketercapaian hasil kerja dan realisasi anggaran yang terdapat dalam RKAT yang telah disusun secara mandiri. Audit ini semata mata bukan hanya menilai, namun untuk meninjau dan memperbaiki diri atas kekurangannya, dengan melihat aktifitas dengan serapan anggaran untuk penilaian keterselesaian terhadap laporan keuangan yang dibuktikan hasil kegiatannya.

Senada dengan Arif Bachtiar, Drs.Aris Nurherwening, MM., CFrA mewakili para auditor mengatakan, bahwa tujuan audit untuk mengukur ketercapaian hasil kerja dan realisasi anggaran yang terdapat dalam RKAT yang disusun oleh unit secara mandiri. Jadi hal ini perlu adanya audit untuk mengetahui kinerja organisasi, upaya untuk mengembangkan sistem pertanggungjawaban organisasi, dan upaya untuk membangun good govermance di lingkungan organisasi.

Aris Nurherwening menambahkan, sedangkan maksud dan tujuan audit kinerja seperti saat ini adalah untuk memperoleh gambaran permasalahan dan hambatan kegiatan organisasi yang kinerjanya kurang baik. Juga untuk mengembangkan solusi perbaikan kinerja, disamping dapat memberikan masukan yang bersifat konstruktif dalam upaya peningkatan kinerja. Dan dapat memberikan informasi konprehensif kepada pimpinan sebagai bahan pengambilan keputusan. Ungkap Aris Nurherwening.

Sementara Audit RKAT dilaksanakan Selasa hingga Kamis (8-11 Pebruari) (h).