FTSP UII Gelar Kuliah Umum Kriminalisasi Pengadaan Barang dan Jasa Konstruksi

{mosimage}Jasa konstruksi menjadi hal bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pembangunan sebuah negara. Keberadaan jasa ini sangat membantu program-program yang dicanangkan oleh pemerintah maupun swasta dapat berjalan dengan baik. Dunia jasa konstruksi merupakan lahan yang sangat basah. Banyak orang yang terlibat dalam berbagai macam potensi konflik kepentingan. Konflik-konflik yang terjadi perlu diantisipasi dengan penegakan peraturan-peraturan seperti keperdataan; menyangkut tentang sahnya suatu perjanjian yang berkaitan dengan kontrak pekerjaan jasa konstruksi, yang memenuhi legalitas perusahaan, perizinan, sertifikasi dan harus merupakan kelengkapan hukum para pihak dalam perjanjian.

Pemahaman-pemahaman hukum terhadap praktik jasa konstruksi perlu diperkuat, sehingga semua pihak mampu untuk menghindari dan membentengi diri dari praktik-praktik jasa konstruksi yang dapat menjerumuskan mereka ke dalam tindakan koruptif.

Untuk itulah maka Fakultas Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII),  sebagai instansi pendidikan, mendidik mahasiswa, salah satunya agar dapat terjun kedalam bidang jasa konstruksi, Kamis (31 Maret) mengadakan Kuliah umum bertempat di Auditorium Gedung Mohammad Natsir FTSP UII Jl.Kaliurang Km.14,5  bertajub “Kriminalisasi Pengadaan Barang & Jasa untuk Pekerjaan Konstruksi” dengan nara sumber DR.Ir.Djoko Soepriyono, MT., SH., M.Hum (Ketua BPN Intakindo Pusat) yang dimoderatori Wakil Dekan FTSP UII (Setya Winarno, Ph.D), dihadiri 200 (dua ratus) peserta yang terdiri dari dosen, mahasiswa dan anggota Intakindo.

Dalam sambutannya Dekan FTSP UII (Dr.Ing-Ir.Widodo, M.Sc) mengatakan selama merugikan negara ataupun orang lain, dan sebagainya pelaku jasa konstruksi dapat dianggap telah melakukan tindakan kriminal. Yang terjadi saat ini adalah semakin banyak para profesional, pengusaha, birokrat dan bahkan politisi terperangkap kasus hukum karena masalah di bidang jasa konstruksi;  seperti banyak terjadi persolan dalam hal pengadaan misalnya.

 

Sedangkan DR.Ir.Djoko Soepriyono, MT., SH., M.Hum (Ketua BPN Intakindo Pusat) menuturkan bahwa peluang jasa konstruksi di Indonesia dinilai masih sangat terbuka, hal ini bila melihat bagaimana pembangunan infrastruktur secara besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah saat ini; seperti banyaknya pembangunan infrastruktur berupa jembatan, gedung dan jalan raya.  

 

Akan dapat terjadi kriminalisasi jasa konstruksi untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh pemerintah. Diungkapkan bahwa kriminalisasi itu bukan dari jasa konstruksinya saja, namun kriminalisasi dilakukan oleh sebagian dari pelaku jasa konstruksi sendiri. Adanya beberapa sengketa pada jasa konstruksi meliputi sengketa pengadaan, jasa konstruksi pada saat pelaksanaan dan sengketa jasa kontruksi setelah kedua tahap tersebut.

 

Perbuatan melanggar hukum berdasarkan ketentuan kitab undang-undang hukum perdata berkenaan dengan jasa konstruksi tertuang pada pasal 1365 yakni tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut; dan  pasal 1366  berbunyi setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya. Tegas Dr.Djoko.

 

Mengenai kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan  yang setelah diterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan, atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi, atau pemanfaatan yang menyimpang  akibat kesalahan penyedia jasa atau pengguna jasa.

Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Intakindo memberikan beberapa contoh   kasus pidana, salah satunya adalah pembangunan gedung, terjadi perubahan pondasi dari tiang bor ke tiang pancang, menimbulkan kerugian negara, direktur pemborong dan kuasa pengguna anggaran/ penjabat pembuat komitment di pidana penjara, di denda Rp 50 Juta, mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 260 juta.