Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia ( UII) bekerjasama dengan Pusat Studi Center for Socius Design (CSD) FTSP UII menggelar Coffee Morning Lecture seri 3 yang bertajuk Membangun Kampung dan Cetak Biru Kebijakan Perumahan Indonesia” di Ruang Collaborative Space IRC Gedung Moh. Natsir Kampus FTSP UII pada 10 Dzulqo’dah 1444 H/30 Mei 2023.

Pada kesempatan tersebut menghadirkan narasumber Salahudin Rasyidi, ST., MT., Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Jawa III, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Yudha Prasetyo, ST. dan Titik Efianti, ST., MSc., keduanya Cofounder YPA Architecture Studio. Selain itu juga berkenan hadir sebagai pembahas, diantaranya adalah Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D., Wakil Rektor Bidang Kemitraan & Kewirausahaan UII yang dilakukan secara virtual dari Spanyol.

Secara resmi acara dibuka oleh Dekan FTSP UII, Dr.-Ing. Ir. Ilya Fadjar Maharika, MA., IAI.,yang dalam sambutannnya mengatakan bahwa ada jarak atau gap antara perguruan tinggi dengan masyarakat, salah satunya adalah jarak bahasa. Bahasa akademik dengan bahasa ‘awam’ itu banyak bedanya dan memang belum tentu bisa saling berkomunikasi dengan baik. Bahasa akademik adalah bahasa yang memang dipahami atas otonomi akademik dan keilmuwan didalamnya, sehingga akan muncul istilah-istilah yang “mbingungi” kalau dalam bahasa awam, karena lantas akan menjadi bahasa teknis, bahasa ilmiah yang memang dipakai untuk menerobos pengetahuan-pengetahuan baru.

“Dengan adanya acara Coffee Morning Lecture seri 3 ini diharapkan bisa menjadi ajang diskusi sederhana untuk menjembatani gap yang terjadi antara perguruan tinggi dengan masyarakat. Sehingga kita belajar bersama dan berupaya untuk mendekatkan bahasa langitannya perguruan tinggi dengan bahasa awamnya masyarakat,” tuturnya.

Salahudin Rasyidi, S.T., M.T., dalam paparannya mengatakan bahwa arah kebijakan perumahan 2020-2045 adalah pengembangan rumah khusus bagi masyarakat pada kelompok pendapatan terendah berupa rumah transit, masyarakat terdampak bencana skala nasional, masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan perbatasan negara, masyarakat terdampak program pusat, dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar (3T) serta pengembangan rumah umum (public housing) di 10 (sepuluh) kawasan metropolitan dan metropolitan baru yang mengalami pertumbuhan sangat cepat. Selanjutnya adalah pengembangan perumahan swadaya (self-help housing) dalam meningkatkan kualitas perumahan swadaya, penataan kawasan perumahan kumuh dan pembangunan rumah komunitas dan pengembangan perumahan komersial melalui implementasi good corporate governance dalam meningkatkan produktivitas nasional.

Selain itu adalah penciptaan iklim yang kondusif bagi perumahan melalui pengembangan pembiayaan yang adaptif, penguatan tata kelola perumahan melalui perubahan paradigma (shifting paradigm) menuju tata kelola kolaboratif (collaborative governance), pengembangan Satu Data Perumahan Indonesia dan pembangunan perumahan rendah karbon melalui adaptasi & mitigasi lingkungan.

“Jumlah rumah tangga yang memiliki rumah akan meningkat namun jika dilihat secara proporsi kepemilikan rumah itu menurun, jadi kedepan kepemilikan rumah itu kemungkinan akan turun karena memang lahan semakin susah, walaupun rumah itu tidak selalu dimiliki yang penting punya tempat tinggal yang nyaman dan layak yang aman untuk kita berkehidupan tapi belum tentu itu menjadi milik kita,” paparnya.

Sementara itu, Titik Efianti menceritakan tentang pengalamannya ketika melakukan revitalisasi atau membedah kawasan kampung rawan banjir di daerah Petogogan Jakarta Selatan pada tahun 2022.  Menurutnya, tidak mudah mengkomunikasikan sebuah gagasan membedah suatu kawasan kepada warga yang memang sudah puluhan tahun tinggal di kawasan tersebut. “Yang terbangun 9 unit meskipun awalnya 22 unit, jadi dalam kami mengkomunikasikan ide itu tidak selalu diterima oleh masyarakat, jadi ada masyarakat 13 unit yang menolak, tapi setelah terjadinya revitalisasi ini masyarakatnya ternyata mau juga,” katanya.

Mereka mengatakan bahwa ada penentangan dari warga setempat saat dirinya merencanakan sebuah program. Warga kerap menilai bahwa lahannya akan diintervensi padahal dalam prakteknya nanti, lahan yang dimiliki warga tersebut akan tetap sama seperti yang tertera dalam sertifikat.

Dijelaskan Yudha Prasetyo, penataan kawasan dengan sentuhan arsitektur sudah sangat mendesak, khususnya kawasan padat penduduk di perkotaan. Kawasan yang tidak tertata dengan baik lingkungan menjadi tidak nyaman, dan mengancam keselamatan warga.

Hingga saat ini, Titik dan kawan-kawan sudah melakukan bedah kawasan di lima lokasi yaitu Kampung Gembira Gembrong, Kramat Jati (2019), Kampung Melayu, Petogogan, dan Pela Mampang.

“Sudah melakukan revitalisasi lima kampung. Setiap kampung memiliki karakter masing-masing, ada banjir, kebakaran. Sehingga setiap kampung kita mempunyai intervensi desain yang berbeda-beda,” jelas Titik.

Kegiatan yang berlangsung hingga tengah hari ini diliput pula oleh beberapa media cetak dan online di antaranya:

  1. https://beritabernas.com/penataan-kampung-di-perkotaan-perlu-kolaborasi/
  2. https://www.jogpaper.net/arsitektur-untuk-semua-lapisan-masyarakat/
  3. https://beritabernas.com/coffee-morning-lecture-upaya-ftsp-uii-menepis-kesan-perguruan-tinggi-sebagai-menara-gading/
  4. https://portaljogja.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-256722859/ftsp-uii-gelar-diskusi-tentang-membangun-kampung-dan-cetak-biru-kebijakan-perumahan-indonesia
  5. https://smjogja.com/backlog-perumahan-di-jateng-diy-meningkat/
  6. https://jurnal.republika.co.id/posts/219915/sentuhan-arsitektur-hasilkan-hunian-nyaman-di-pemukiman-padat
  7. https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2023/06/01/510/1137120/lahan-kian-sempit-dan-mahal-tren-jumlah-kepemilikan-rumah-terus-menurun
  8. https://www.rri.co.id/yogyakarta/iptek/251960/hunian-layak-bagi-masyarakat-yogyakarta-menggunakan-sultan-ground
  9. https://beritabernas.com/dari-coffee-morning-lecture-ftsp-uii-5-isu-utama-terkait-penyediaan-rumah-di-indonesia/
  10. https://www.rri.co.id/yogyakarta/iptek/251960/hunian-layak-bagi-masyarakat-yogyakarta-menggunakan-sultan-ground

Guna memberikan pemahaman dan melatih kemampuan yang diperlukan untuk menolong orang lain dalam kondisi darurat medis, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar Pelatihan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (First Aid Training) yang bertujuan untuk menangani pertolongan pertama pada kecelakaan sehingga dapat diantisipasi secara cepat dan tepat.

Kegiatan tersebut diselenggarakan pada Kamis, 5 Dzulqo’dah 1444 H/25 Mei 2023 di Ruang Sidang Jurusan Teknik Sipil Gedung Moh. Natsir FTSP UII dengan menghadirkan narasumber dr. Muhammad Yusuf Hisyam, Sp.An., M.Sc., dari Departemen Anesthesiology Fakultas Kedokteran UII.

Acara yang diikuti oleh pimpinan fakultas, pimpinan jurusan, pimpinan prodi, dosen, tenaga kependidikan, satuan pengamanan dan cleaning services tersebut mengangkat tema “Bantuan Hidup Dasar dan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan”.

Muhammad Yusuf Hisyam dalam materinya menyatakan bahwa kematian akibat penyakit jantung paling utama disebabkan karena henti jantung mendadak. Keberhasilan bantuan hidup dasar bila dalam 5 menit pertama dilakukan bantuan Automated External Defibrillator (AED). Bantuan hidup jantung dasar merupakan gabungan pengamatan dan tindakan yang tidak terputus yang disebut rantai kelangsungan hidup (Chain of Survival). Pemberian pertolongan pertama kepada penderita sakit ataupun cedera yang memerlukan penanganan medis dasar atau tindakan perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau orang yang terlatih secara khusus. Menurutnya, komponen yang harus dikuasai oleh penolong pada bantuan hidup dasar diantaranya adalah pengetahuan penilaian keadaan pasien, pelaksanaan kompresi dada yang baik, penilaian pergerakan dada serta pemberian bantuan napas yang baik serta penggunaan Automated External Defibrillator (AED) yang baik dan benar.

Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa sebelum memulai Basic Life Support harus pastikan bahwa lingkungan sekitar aman dan bebas dari bahaya bagi korban dan penolong. Jika lingkungan tidak aman, segera pindahkan korban ke tempat yang lebih aman atau meminta bantuan untuk menjaga keamanan lingkungan. Selain itu, juga memastikan bahwa korban memiliki akses yang memadai terhadap oksigen. Jika korban tidak bernafas, melakukan teknik dasar pernapasan mulut ke mulut atau mulut ke hidung. “Jika tersedia, gunakan alat bantu pernapasan seperti masker atau ambu bag dan jika korban tidak memiliki detak jantung, lakukan resusitasi kardiovaskular,” jelasnya.

Menurutnya hal yang juga penting adalah memeriksa tanda-tanda trauma pada korban dan melakukan tindakan yang sesuai jika ditemukan cedera atau perdarahan yang signifikan, serta memberikan dukungan emosional dan fisik pada korban dan pastikan bahwa mereka tetap stabil sampai tim medis profesional tiba.

Ia juga menambahkan bahwa bantuan hidup dasar merupakan tindakan penyelamatan nyawa setelah terjadi keadaan henti jantung yang bertujuan memperbaiki sirkulasi sistemik yang hilang dengan melakukan kompresi dada diikuti pemberian bantuan ventilasi yang efektif. Hal tersebut dapat dilakukan oleh satu atau dua penolong. “Pendekatan yang dilakukan adalah sesuai dengan panduan American Heart Association tahun 2015 dan update 2020,” imbuhnya.

Sementara itu, Dekan FTSP UII, Dr. -Ing. Ir. Ilya Fadjar Maharika, M.A., IAI., dalam sambutan dan arahannya menuturkan bahwa Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) adalah upaya memberikan pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada orang lain yang berada di tempat sekitar kita yang mengalami sakit atau cidera di tempat kerja. Beliau berharap, setelah mengikuti pelatihan P3K tersebut, para peserta memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami peraturan dan konsep P3K. “Dengan pelatihan ini diharapkan para peserta memiliki keterampilan dan mampu memberikan pertolongan jika terjadi penyakit mendadak ditempat kerja serta mampu mengembangkan sistem P3K yang ada,” tuturnya.

Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) meraih pengakuan internasional LAM Part 1 dan LAM Part 2 dari Lembaga Arkitek Malaysia (LAM), sebuah lembaga sertifikasi pendidikan arsitektur internasional yang mengadopsi sistem The Royal Institute of British Architects (RIBA). Lembaga tersebut telah banyak melakukan validasi di banyak negara termasuk di Eropa dan Australia.

Acara penyerahan sertifikat validasi internasional dari LAM Malaysia digelar pada Rabu, 27 Syawal 1444 H/17 Mei 2023 di Auditorium Gedung Moh. Natsir Kampus FTSP UII. Sertifikat diserahkan oleh perwakilan LAM, Prof. Ar. Musthapa bin Mohd. Salleh kepada Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, ST., M.Sc., Ph.D.

Ketua Jurusan Arsitektur FTSP UII, Prof. Ar. Noor Cholis Idham, ST., M.Arch., Ph.D., IAI. pada kesempatan tersebut menjelaskan bahwa validasi LAM Part 1 dan LAM Part 2 adalah capaian penyempurnaan Arsitektur UII yang sebelumnya juga telah berhasil mendapatkan dua kali berturut-turut akreditasi internasional Korea Architectural Accrediting Board (KAAB) sejak 2017, di mana yang terakhir adalah level teringgi akreditasi penuh enam tahun (2020-2026).

“LAM dalam kesempatan ini telah memberikan pengakuannya melalui Validasi Internasional sekaligus LAM Part 1 untuk Program Studi Sarjana Arsitektur (S.Ars/B.Arch) dan LAM Part 2 untuk Program Pendidikan Profesi Arsitek (PPAr/Ar) dan sekaligus Program Magister Arsitektur (M.Ars/M.Arch) untuk kurun waktu 2022-2027. Dengan demikian, kini ketiga Prodi di Jurusan Arsitektur UII telah mendapatkan pengakuan internasional,” jelasnya.

Menurutnya, Arsitektur UII menjalankan pendidikan arsitektur dengan opsi program sarjana 4 tahun reguler dan internasional (IP) untuk S.Ars/B.Arch, Program profesi tahun ke-5 (PPAr/Ar), Program arsitek penuh 4+1 tahun (S.Ars+Ar), Program Magister (M.Ars), Program fast track PPAr+M.Ars (Ar+M.Ars), serta Program Double Degree Master (M.Arch+MLA) yang bekerjasama dengan Master of Landscape of Architecture TU Anhalt Germany. “Mahasiswa dari luar negeri, termasuk negara persemakmuran the Commonwealth bisa belajar arsitektur di UII,” pungkasnya.

 

Program Studi (Prodi) Sarjana Teknik Sipil, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) berhasil mempertahankan status akreditasi Internasional dari Indonesian Accreditation Board for Engineering Education (IABEE), sebuah lembaga akreditasi internasional yang mengukur kualitas dan pengelolaan pendidikan tinggi di bidang teknik dan computing. Raihan tersebut tertuang dalam Sertifikat Akreditasi No.00129.A yang ditandatangani oleh Ketua Komite Eksekutif IABEE, Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc.St., IPU.

Ketua Prodi Sarjana Teknik Sipil, Ir. Yunalia Muntafi, S.T., M.T., Ph.D., mengungkapkan bahwa akreditasi Internasional yang diberikan oleh IABEE menunjukkan bahwa Program Studi Sarjana Teknik Sipil FTSP UII telah memenuhi standar kualifikasi internasional pendidikan tinggi sesuai standar internasional Washington Accord (WA) yang paling diakui secara luas untuk pendidikan tinggi bidang teknik serta sesuai dengan tuntutan dunia industri melalui proses pendidikan yang mengacu pada hasil capaian pembelajaran, Outcome Based Education (OBE).

“Proses akreditasi yang dilakukan oleh IABEE meliputi penilaian komprehensif terhadap 4 kriteria, yaitu orientasi kompetensi lulusan, implementasi pembelajaran, asesmen capaian pembelajaran, dan perbaikan berkelanjutan,” ungkapnya.

Selain itu, juga memperoleh penyetaraan status akreditasi peringkat “Unggul” oleh LAM Teknik, sebuah lembaga akreditasi mandiri pada program studi keteknikan dengan Surat Keputusan No.0026/SK/LAM Teknik/PYT/IV/2023 yang ditandatangani oleh Ketua Komite Eksekutif LAM Teknik, Prof. Dr.-Ing. Ir. Misri Gozan, M.Tech., IPU., ASEAN.Eng. Hasil akreditasi tersebut berlaku sampai dengan 31 Maret 2028.

Sebagai rasa syukur atas raihan akreditasi tersebut, diadakan khataman “Khotmil Qur’an” yang dilaksanakan pada Rabu, 21 Ramadan 1444H/12 April 2023 serta tasyakuran yang diselenggarakan pada Sabtu, 23 Syawal 1444 H/13 Mei 2023 di Gubug Makan Mang Engking Soragan Castle, Jl. Soragan No.13, Kembang, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.

Artikel ini merupakan materi sambutan
Tasyakuran IABEE Program Studi Teknik Sipil Jenjang Sarjana Jurusan Teknik Sipil
13 Mei 2023

Alhamdulillah; perlu kita syukuri capaian akreditasi internasional berkelanjutan pada Program Studi Teknik Sipil Jenjang Sarjana, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia kita tercinta oleh IABEE. Demikian pula capaian penyetaraan Unggul dari BAN PT. Capaian yang sama oleh Program Studi Teknik Lingkungan perlu kita apresiasi tinggi. Demikian pula pula keberhasilan tiga program studi Jurusan Arsitektur yang tervalidasi oleh Lembaga Arkitek Malaysia yang merepresentasikan tradisi validasi Royal Institute of British Architects (RIBA) Inggris Raya.

Di samping rasa syukur tersebut, kita perlu menggali hikmah lebih dalam. Berkembangnya perguruan tinggi, sebagai perubahan internal sering disebabkan atau didorong oleh kondisi eksternal. Tuntutan kriteria akreditasi internasional adalah salah satunya. Beberapa pertanyaan muncul: adakah faktor internal bagi pengembangan pendidikan tinggi? Apa yang kita perlukan bagi pengembangan organisasi pasca akreditasi internasional?

Melihat sejarah, pengaruh eksternal bagi perguruan tinggi memang sangat kuat. Era awal 1990an, akreditasi menjadi salah satu pilar utama untuk menandai kualitas perguruan tinggi. Standar akreditasi menjadi rujukan dalam mengembangkan hampir seluruh kegiatan akademik dan nonakademik dalam rangka memastikan nilai mencapai yang terbaik. Sekitar tahun 2000 muncul “demam ISO” atau Total Quality Management dalam rangka menyambut standar internasional yang banyak diadopsi di dunia industri. Penjaminan mutu kemudian berkembang luas dan menjadi praktik yang lazim saat ini. Ketika posisi kelaziman tersebut telah tercapai, muncul tantangan baru yaitu akreditasi internasional. Di UII akreditasi ini marak sejak diluncurkannya program menuju perguruan tinggi berkelas internasional (world class university). Kala itu, sekitar 2008 UII pertama kali masuk peringkat internasional melalui Webometric yang tampaknya menjadi penyadaran bahwa kita dapat bermain di level internasional. Mulai sekitar 2010an pencanangan hibah internasionalisasi pun berkembang. Bagi penerima hibah, misalnya Teknik Sipil dan Arsitektur, banyak perubahan dilakukan. Alhamdulillah kita dapat menuai hasil. Teknik Sipil jenjang sarjana misalnya menjadi salah satu pionir karena mampu mendapatkan akreditasi internasional JABEE untuk pertama kalinya pada tahun 2016.

Namun seiring terinternalisasinya standar dan kriteria internasional perguruan tinggi mempunyai potensi business as usual. Organisasi akan berhadapan dengan dilema dan pertanyaan terkait “perubahan terpaksa” ini. Apakah memang benar-benar terjadi perubahan substansial atau perubahan ala kadarnya supaya sesuai dengan kerangka asesmen eksternal? Apakah akan berkelanjutan? Quo vadis (mau ke mana) pasca akreditasi internasional?

Kita perlu ingat, banyak organisasi secara internal mengidap sindroma immunity to change. Buku Immunity to Change: How to Overcome It and Unlock the Potential of Yourself karya Robert Kegan dan Lisa Lahey yang diterbitkan Harvard Business Press tahun 2009 menarik untuk dikaji. Imunitas pada dasarnya positif karena memberi perasaan nyaman dan stabilitas. Namun imunitas juga berpotensi menjadi masalah ketika menjadi alat untuk menolak kebaruan yang diperlukan untuk menyehatkan orang dan menjadikannya tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan eksternal.

Imunitas semacam ini juga terjadi pada organisasi. Penolakan terhadap kebaruan dapat berubah menjadi faktor negatif yang menggerogoti kekuatan adaptasi. Akreditasi internasional dapat menjadi alasan terjadinya imunitas terhadap perubahan karena mampu membentuk asumsi besar kolektif (colletive big assumptions) bahwa apa yang telah kita lakukan sudah merupakan cara terbaik untuk kita. Asumsi ini dapat melenakan dan mencegah kita untuk melakukan proses adaptasi. Tanpa kemampuan adaptasi, organisasi tidak akan mampu berkembang ketika dunia telah berubah, dengan perubahan yang demikian cepat.

Lantas apa yang harus dimiliki dalam organisasi kita agar tidak imun terhadap perubahan dan mampu menjadi organisasi adaptif? Kegan dan Lahey merumuskan 3 kandungan: (a) keberanian memotivasi perubahan, (b) bersatunya “hati dan kepala” dalam beradaptasi, dan (c) “tangan” yang menggerakkan secara simultan mindset dan perilaku organisasi. Semuanya perlu disadari secara kolektif dan kemudian bergerak bersama. Semoga tasyakuran ini menjadi bagian penyadaran untuk mengambil hikmah bahwa masih banyak pekerjaan kampus pasca akreditasi internasional.

Ilya Maharika
12 Mei 2023

Rujukan
Robert Kegan & Lisa Lahey (2009) Immunity to Change: How to Overcome It and Unlock the Potential of Yourself. Harvard Business Press.