Sejak awal 2023, gedung Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia bertambah fasilitas berupa panel surya. Panel ini diinstalasi pada hampir seluruh sisi atap gedung, kecuali blok Auditorium. Panel surya ini merupakan inisiatif Yayasan Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia dalam rangka turut berkontribusi dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) dan menjamin tata kelola energi yang lebih hemat. Panel ini merupakan kerjasama antara YBW UII dan PT. Kusuma energi mentari (Shams energy) mampu menghasilkan daya total 316 kWp Sistem yang dipasang adalah on-grid yang berarti daya akan disetor ke PLN dan kemudian UII mendapat diskon pada tagihan listrik. Penghematan yang dapat diperoleh adalah sekitar 10% perbulan. Pemasangan panel surya ini sepenuhnya ditangani dan dibiayai oleh PT. Kusuma energi mentari (Shams energy).

Berikut adalah video rekaman proses pemasangan dan data teknis panel surya di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII ini. Semoga dengan terpasangnya panel ini dapat menjadi bukti komitmen YBW UII umumnya dan FTSP UII khususnya pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Artikel ini merupakan materi sambutan
Tasyakuran IABEE Program Studi Teknik Sipil Jenjang Sarjana Jurusan Teknik Sipil
13 Mei 2023

Alhamdulillah; perlu kita syukuri capaian akreditasi internasional berkelanjutan pada Program Studi Teknik Sipil Jenjang Sarjana, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia kita tercinta oleh IABEE. Demikian pula capaian penyetaraan Unggul dari BAN PT. Capaian yang sama oleh Program Studi Teknik Lingkungan perlu kita apresiasi tinggi. Demikian pula pula keberhasilan tiga program studi Jurusan Arsitektur yang tervalidasi oleh Lembaga Arkitek Malaysia yang merepresentasikan tradisi validasi Royal Institute of British Architects (RIBA) Inggris Raya.

Di samping rasa syukur tersebut, kita perlu menggali hikmah lebih dalam. Berkembangnya perguruan tinggi, sebagai perubahan internal sering disebabkan atau didorong oleh kondisi eksternal. Tuntutan kriteria akreditasi internasional adalah salah satunya. Beberapa pertanyaan muncul: adakah faktor internal bagi pengembangan pendidikan tinggi? Apa yang kita perlukan bagi pengembangan organisasi pasca akreditasi internasional?

Melihat sejarah, pengaruh eksternal bagi perguruan tinggi memang sangat kuat. Era awal 1990an, akreditasi menjadi salah satu pilar utama untuk menandai kualitas perguruan tinggi. Standar akreditasi menjadi rujukan dalam mengembangkan hampir seluruh kegiatan akademik dan nonakademik dalam rangka memastikan nilai mencapai yang terbaik. Sekitar tahun 2000 muncul “demam ISO” atau Total Quality Management dalam rangka menyambut standar internasional yang banyak diadopsi di dunia industri. Penjaminan mutu kemudian berkembang luas dan menjadi praktik yang lazim saat ini. Ketika posisi kelaziman tersebut telah tercapai, muncul tantangan baru yaitu akreditasi internasional. Di UII akreditasi ini marak sejak diluncurkannya program menuju perguruan tinggi berkelas internasional (world class university). Kala itu, sekitar 2008 UII pertama kali masuk peringkat internasional melalui Webometric yang tampaknya menjadi penyadaran bahwa kita dapat bermain di level internasional. Mulai sekitar 2010an pencanangan hibah internasionalisasi pun berkembang. Bagi penerima hibah, misalnya Teknik Sipil dan Arsitektur, banyak perubahan dilakukan. Alhamdulillah kita dapat menuai hasil. Teknik Sipil jenjang sarjana misalnya menjadi salah satu pionir karena mampu mendapatkan akreditasi internasional JABEE untuk pertama kalinya pada tahun 2016.

Namun seiring terinternalisasinya standar dan kriteria internasional perguruan tinggi mempunyai potensi business as usual. Organisasi akan berhadapan dengan dilema dan pertanyaan terkait “perubahan terpaksa” ini. Apakah memang benar-benar terjadi perubahan substansial atau perubahan ala kadarnya supaya sesuai dengan kerangka asesmen eksternal? Apakah akan berkelanjutan? Quo vadis (mau ke mana) pasca akreditasi internasional?

Kita perlu ingat, banyak organisasi secara internal mengidap sindroma immunity to change. Buku Immunity to Change: How to Overcome It and Unlock the Potential of Yourself karya Robert Kegan dan Lisa Lahey yang diterbitkan Harvard Business Press tahun 2009 menarik untuk dikaji. Imunitas pada dasarnya positif karena memberi perasaan nyaman dan stabilitas. Namun imunitas juga berpotensi menjadi masalah ketika menjadi alat untuk menolak kebaruan yang diperlukan untuk menyehatkan orang dan menjadikannya tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan eksternal.

Imunitas semacam ini juga terjadi pada organisasi. Penolakan terhadap kebaruan dapat berubah menjadi faktor negatif yang menggerogoti kekuatan adaptasi. Akreditasi internasional dapat menjadi alasan terjadinya imunitas terhadap perubahan karena mampu membentuk asumsi besar kolektif (colletive big assumptions) bahwa apa yang telah kita lakukan sudah merupakan cara terbaik untuk kita. Asumsi ini dapat melenakan dan mencegah kita untuk melakukan proses adaptasi. Tanpa kemampuan adaptasi, organisasi tidak akan mampu berkembang ketika dunia telah berubah, dengan perubahan yang demikian cepat.

Lantas apa yang harus dimiliki dalam organisasi kita agar tidak imun terhadap perubahan dan mampu menjadi organisasi adaptif? Kegan dan Lahey merumuskan 3 kandungan: (a) keberanian memotivasi perubahan, (b) bersatunya “hati dan kepala” dalam beradaptasi, dan (c) “tangan” yang menggerakkan secara simultan mindset dan perilaku organisasi. Semuanya perlu disadari secara kolektif dan kemudian bergerak bersama. Semoga tasyakuran ini menjadi bagian penyadaran untuk mengambil hikmah bahwa masih banyak pekerjaan kampus pasca akreditasi internasional.

Ilya Maharika
12 Mei 2023

Rujukan
Robert Kegan & Lisa Lahey (2009) Immunity to Change: How to Overcome It and Unlock the Potential of Yourself. Harvard Business Press.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Untuk Allah Swt. segala puji dan salawat untuk Rasulullah, Saw. Sang Manusia Teladan. Amma ba’du.

Di samping manusia sebagai pengabdi Allah, alam bagi Islam sejatinya sangat esensial. Salah satu contoh adalah sebagai penggambaran  eksistensi surga melalui deskripsi alami: jannātin tajrī taḥtahal-an-hār atau diterjemahkan bebas sebagai “mengalir sungai-sungai di dalamnya.” Banyak ayat yang menandakan berita tersebut. Surat Al Baqarah, penggalan ayat 25 misalnya:

 

وَبَشِّرِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ ۖ

 

Sampaikan kabar gembira kepada mereka yang beriman dan beramal saleh, bahwa bagi mereka surga-surga yang dihiasi sungai-sungai yang mengalir;

 

Demikian pula At Taubah, ayat 100 yang memberitakan surga dan keberadaan sungai yang abadi.

 

Para perintis pertama dari Muhajirin maupun Ansar serta yang mengikuti jejak mereka dengan baik, Allah rida terhadap mereka dan mereka pun bahagia dengan pahala yang diterima. Allah menyediakan bagi mereka surga yang dihiasi oleh sungai-sungai yang mengalir. Mereka kekal abadi di sana. Itulah kebahagiaan yang paling besar.

 

Demikian pula Surat Al Araf, sebagian ayat 43 yang mengindikasikan kedamaian sempurna.

Kami cabut dari dada mereka segala macam kemasygulan, mereka tinggal di surga yang dihiasi sungai-sungai yang mengalir;

Demikian pula deskripsi tentang Telaga Kautsar dalam Surat dengan nama yang sama, Al Kautsar ayat 1-3, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai hiburan: sungai yang airnya tak terputus sebagai antitesis orang-orang pembenci Rasulullah Saw. yang diputus jalur keturunannya.

 

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al Kautsar (nikmat yang banyak).

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.

Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.

 

Atau di Surat Ad Dukhaan ayat 52 yang menunjukkan bahwa orang-orang bertakwa akan berada di tempat yang aman dan dikelilingi taman-taman dan mata air.

 

dikelilingi taman-taman dan beberapa mata air …

 

Dari sekelumit saja berita ilahiah di atas kita perlu meyakini bahwa alam raya ini begitu dekat dengan manusia. Ia bukan hanya amanah untuk dikelola dengan baik – sebagai peran khalifaturl fil ardl – tetapi juga sebagai pelajaran melalui metafora.

Lantas, bagaimana manusia memandang alam? Bagaimana manusia terhubung dengan alam? Apakah kaitan ini juga terpateri secara ilmiah?

Pada kajian kecil ini dicoba mensitir beberapa jurnal dan buku terkait dengan hal tersebut.

Pertama adalah dari sebuah artikel yang melaporkan penelitian tentang aktivitas syaraf otak yang menunjukkan temuan menarik. Penelitian yang dilakukan sekelompok peneliti Korea Selatan ini menelisik aktivitas otak manusia ketika melihat foto-foto yang menggambarkan lingkungan pedesaan dan perkotaan dengan menggunakan teknik pencitraan resonansi magnetik fungsional (MRI – magnetic resonance imaging). Mereka meneliti 30 subjek yang memiliki pengalaman hidup baik pedesaan maupun perkotaan. Mereka menemukan beberapa bagian otak anterior cingulate gyrus, globus pallidus, putamen dan caudate nucleus dominan selama melihat pemandangan pedesaan. Bagian-bagian ini dipercaya berasosiasi dengan kegembiraan.  Sebagian lainnya terutama pada hippocampus, parahippocamus dan amigdala, dominan aktif ketika melihat perkotaan. Bagian terakhir ini terutama amigdala adalah bagian otak yang dipercaya bertanggung jawab dalam mendefinisikan dan mengendalikan emosi terutama terhadap stres atau ancaman. Temuan ini memungkinkan karakterisasi yang lebih baik dari aktivasi saraf, menunjukkan preferensi yang melekat terhadap gambaran alami yang ramah dibandingkan dengan gambaran perkotaan (Kim et al., 2010). Pemahaman teoretis semacam ini menjadi bukti empirik penting bahwa manusia dirancang Allah untuk mencintai alam. Pengetahuan ini dapat berdampak praktis yang penting mengingat aplikasi potensial untuk pengembangan bidang terkait psikologi lingkungan yang sangat terkait dengan bidang keilmuan kita.

 

Pandangan serupa dikonfirmasi pula oleh kelompok peneliti di Universitas Exeter Inggris Raya. Dr. Ian Frampton menunjukkan bahwa manusia mungkin terprogram untuk merasa damai di pedesaan dan bingung di kota, bahkan jika mereka lahir dan dibesarkan di daerah perkotaan. Mereka menemukan bahwa area otak yang terkait dengan keadaan tenang dan meditasi aktif ketika orang diperlihatkan gambar pedesaan. Sebaliknya, gambar lingkungan perkotaan menghasilkan penundaan reaksi yang signifikan. Sepertinya bagian otak yang terlibat dalam pemrosesan visual berubah dan aktif untuk mencoba mencari tahu apa yang mereka lihat. Profesor Michael Depledge dari unniversitas yang sama dan mantan kepala ilmuwan Badan Lingkungan Hidup, bahkan mengindikasikan penduduk perkotaan bisa menderita dengan cara yang sama seperti hewan yang dipelihara di penangkaran. Dia mengatakan perpindahan manusia ke kota mungkin disertai dengan meningkatnya depresi dan kelainan perilaku yang luar biasa (Johnston, 2013).

 

Kedua adalah sebuah bab berjudul An Islamic Perspective on Ecology and Sustainability. Artikel ini ditulis Moustapha Kamal Gueye dan Najma Mohamed, keduanya tokoh di Green Economy Coalition, Inggris Raya  (https://www.greeneconomycoalition.org/the-coalition). Buku induknya berjudul menarik: Ecotheology – Sustainability and Religions of the World (Hufnagel, 2023). Bab tersebut memperlihatkan bahwa Islam sangat memperhatikan keseimbangan (mizan); alam diciptakan dalam keseimbangan dan manusia diperintahkan untuk tidak merusak keseimbangan tersebut dengan keadilan (QS: Al-Rahman ayat 7-9):

 

Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan. Agar kamu jangan merusak keseimbangan itu. Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu.

 

Para penulis meyakini bahwa konsepsi di atas dapat menjadi dasar yang cukup untuk membangun eko-etika Islam. Ekoetika ini berprinsip (a) keadilan dan keseimbangan bersifat universal, (b) keseimbangan universal ini diciptakan oleh Tuhan, (c) manusia harus berusaha untuk memahami keseimbangan universal ini dan mengikutinya dalam kehidupan sosial termasuk dalam interaksi dengan lingkungan (Gueye & Mohamed,  2023).

Idul Fitri sebagaimanan kita rayakan saat ini, sering dimaknai pada dimensi individual dan sosial. Kembali suci laksana bayi. Saling memaafkan antar sesama manusia. Hal ini tidak salah, namun sepertinya tidaklah lengkap. Sebagaimana sinyal yang telah disampaikan Al Quran dan dikonfirmasi oleh neurosains maupun ekoetika Islam, tampaknya kembali ke fitrah alamiah. Manusia perlu kembali menjadi alami: paham sebagai bagian dari alam, mencintai alam, dan senantiasa mengupayakan keseimbangan dengan berlaku adil terhadap alam. Dalam Syawalan 1444 Hijiyah yang bertema “Istikamah Menjadi Teladan di Jalan Allah” ini saya terjemahkan bebas sebagai “istikamah menjadi teladan dalam berperilaku seimbang terhadap alam sebagai bagian dari syiar Jalan Allah.”

Semoga kita kembali fitrah individual, fitrah sosial, dan juga fitrah alamiah.

Hanya Allah yang memiliki pengetahuan sempurna.

 

Ilya F Maharika

7 Mei 2023

 

Referensi

Al Quran dan Terjemahan Artinya, Universitas Islam Indonesia. UII Press.

Hufnagel, L. (Ed.). (2023). Ecotheology – Sustainability and Religions of the World. IntechOpen. doi: 10.5772/intechopen.100196

Johnston, I. (2013) Human brain hard-wired for rural tranquillity. Independent, Selasa 10 Desember 2013  https://www.independent.co.uk/news/science/human-brain-hardwired-for-rural-tranquillity-8996368.html.

Kamal Gueye, M., & Mohamed, N. (2023). An Islamic Perspective on Ecology and Sustainability. IntechOpen. doi: 10.5772/intechopen.105032.

Kim, T.-H., Jeong, G.-W., Baek, H.-S., Kim, G.-W., Sundaram, T., Kang, H.-K., Lee, S.-W., Kim, H.-J., & Song, J.-K. (2010). Human brain activation in response to visual stimulation with rural and urban scenery pictures: A functional magnetic resonance imaging study. Science of The Total Environment, 408(12), 2600–2607. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2010.02.025.

https://www.greeneconomycoalition.org/the-coalition.

 

Istikamah Menjadi Teladan di Jalan Allah

Ketika Panitia Pesantren Ramadan 1444H memutuskan mengambil tema ini, saya mencoba mengambil hikmah atas jalan yang sulit ini. Saya katakan sulit karena dalam tema tersebut terkandung tiga level kesulitan. Kalau diibaratkan dengan matematika, maka tema di atas seperti persamaan dengan bilangan pangkat 3. Menjadi orang yang istikamah, atau menjaga konsistensi adalah perkara sulit. Menjadi teladan semakin sulit lagi karena bukan hanya sekedar konsisten tetapi juga mampu membuka jalan. Di Jalan Allah menjadi perkara yang super sulit karena godaan manusia untuk melenceng sangat banyak dan selalu menghadang jalan tersebut. Dunia adalah sumber ide untuk “bermain-main” yang melenakan tujuan utama kembali ke Tuhan.

Saya akan mengaitkan tema di atas dengan tren saat ini yaitu Artificial Intelligence, saya padankan menjadi IA – Intelejensia Artifisial. Hal ini menjadi penting bukan hanya untuk memahami IA sebagai tren namun juga pada dampaknya pada kita dan memberi batasan bagaimana kita berinteraksi dengannya. Ketika mencoba mengeksplorasi jurnal-jurnal Nature, saya sempat menemukan artikel menarik di Scientific Report. Artikel ini ditulis oleh Sebastian Krügel dan Matthias Uhl dari Faculty of Computer Science, Technische Hochschule Ingolstadt, Jerman dan Andreas Ostermaier Department of Business and Management, University of Southern Denmark, Denmark.

Dari tulisan mereka, saya sedikit simpulkan sebagai berikut.
1. Manusia ternyata dipengaruhi oleh IA dalam beragam bentuk, menyelesaikan ujian, membuat coding komputer, hingga meminta pendapat dalam pengambilan keputusan, baik sadar ataupun tidak sadar.
2. IA ternyata tidak konsisten ketika ditanya perihal moralitas. Misalnya ketika ada pertanyaan yang menyangkut dilema moral antara membiarkan lima orang mati atau menerima satu orang untuk mati sehingga menyelamatkan empat orang lain atau mengorbankan salah satu untuk mati untuk menyelamatkan yang orang lainnya.
3. Kesimpulan artikel ini adalah manusia jangan minta pendapat dari IA dan ketidakkonsistenan ini karena ia bukanlah subjek moral. IA juga perlu didesain mempunyai limitasi dan menyadarkan orang yang bertanya ketika menyerempet dilema moral.

Belajar mengambil hikmah dari situasi tersebut, saya kemudian teringat pada kualitas kemanusiaan. Syukur Alhamdulillah, manusia dikaruniai paling tidak tiga alat yaitu kesadaran intelegensia atau akal yang dibentuk di otak, kesadaran sosial, etika, atau moralitas yang dijaga oleh hati, dan kesadaran spiritual untuk menyadari kefitrahan kita yang dijaga oleh hati terdalam atau kalbu. Dalam berbagai tafsir kalbu ini adalah salah satu dimensi hati yang bertugas mengambil pertimbangan dalam situasi yang tidak menentu (membalikkan, mengganti, berubah-ubah, dan berbolak-balik, sebagaimana makna akar katanya qalaba [2].

Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Q.S. Al-Hajj : 46)

Kembalikan pada hikmah tema Pesantren Ramadan, barangkali perlu kita sadari kembali hakikat kemanusiaan dan bagaimana interaksi dengan IA. IA saat ini telah berkembang pesat dan dipakai di hampir semua bidang dengan beragam jenis. Mempelajari ragam IA, potensi, masalah dan regulasinya [3] berguna untuk membantu kita menavigasi. Kemungkinan besar IA telah membentuk kesadaran akal kita untuk “istikamah” pada ranah rutinitas kehidupan tertentu, misalnya pada pola konsumsi. Namun untuk menjadi teladan kita harus punya kompas moral karena berada di depan. IA akan memberi jawaban inkonsisten sehingga keputusan tetaplah harus di tangan manusia. Untuk mencari Jalan Allah harus punya sensitifitas fitrah untuk merasakan jalan menuju Allah. Kita tidak akan dapat meminta bantuan IA karena jelas ia tidak punya agama.

AI akan terus berkembang. Namun sejalan dengan itu, aspek kemanusiaan justru menjadi semakin bermakna untuk memahami kepandaian dan sekaligus keterbatasan AI.

Milik Allah segala pengetahuan.

Referensi

[1] Krügel, S., Ostermaier, A. & Uhl, M. ChatGPT’s inconsistent moral advice influences users’ judgment. Sci Rep 13, 4569 (2023). https://doi.org/10.1038/s41598-023-31341-0

[2] https://ismailview.com/qalb-sebagai-dimensi-hati/

[3] https://www.techtarget.com/searchenterpriseai/definition/AI-Artificial-Intelligence

Catatan:
Penulis: Ilya Fadjar Maharika. Materi ini merupakan penulisan kembali Sambutan pada Pesantren Ramadan 1444H Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia, Jumat, 17 April 2023

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Salam sejahtera kami sampaikan, semoga Allah senantiasa memberikan rahmat serta kekuatan untuk selalu mengembangkan dan meningkatkan layanan informasi untuk seluruh warga Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia.

Pada kesempatan ini kami memperkenalkan menu baru untuk mendukung kelancaran kegiatan dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa berupa tautan formulir Google untuk beberapa layanan administrasi. Layanan tersebut antara lain sebagai berikut:

  • Surat Penugasan Dekan
    https://bit.ly/PermohonanSuratPenugasanDekan. Menu ini dapat dipakai untuk pengusulan kegiatan yang memerlukan surat penugasan resmi dari Dekan.
  • Laporan Perkembangan Karyasiswa
    https://bit.ly/VerifikasiLaporanPerkembanganKaryasiswa. Menu ini dipakai utamanya bagi para Dosen yang sedang menempuh studi lanjut dalam rangka memastikan proses administrasi pelaporan berjalan dengan lebih lancar.
  • Materi Pusat Belajar di Lingkungan FTSP UII
    https://bit.ly/Pusat-Belajar. Menu ini digunakan untuk menautkan materi belajar baik berupa video atau modul pembelajaran yang telah dibuat Dosen. Menu ini dapat digunakan pula untuk pengusulan pembuatan video dengan memanfaatkan ruang podcast yang ada.
  • Informasi Riset dan Proyek Dosen di lingkungan FTSP UII
    https://bit.ly/Riset-dan-Proyek. Menu ini dipakai untuk mendata dan menginformasikan kegiatan riset dan proyek profesional yang sedang dilakukan Dosen dalam kurun waktu tertentu. Informasi riset dan proyek ini ke depan dapat pula diberi Surat Penugasan dari Dekan.
  • Pemutakhiran Data Sinta Kemdikbud-Ristek Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Islam Indonesia
    https://bit.ly/pemutakhiran-data-sinta-uii. Melalui menu ini Dosen dapat melakukan pemutakhiran data penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang didanai oleh Jurusan/Prodi/Fakultas/Mandiri/ Luar Negeri/Pemerintah Daerah. Pemutakhiran data SINTA sangat penting dilakukan sebagai upaya untuk mendukung proses klasterisasi perguruan tinggi.

Khusus bagi mahasiswa, dibuka pula layanan untuk mempertemukan dengan instansi yang mempunyai potensi sebagai tempat magang, kerja praktik, atau pembelajaran luar kampus. Tautan untuk ini adalah https://bit.ly/Magang-Kuliah-Luar-Kampus. Khusus untuk layanan ini, Fakultas dan Jurusan bersifat membantu dan masih belum dapat menjamin penempatannya. Oleh karena mahasiswa harus tetap aktif mencari peluang sendiri.

Dengan menu baru layanan ini diharapkan prosedur administrasi menjadi lebih praktis dan mudah. Insya Allah, ke depan menu layanan akan terus ditambah dan diperbaiki. Terimakasih atas partisipasi aktif dari seluruh warga FTSP, semoga FTSP semakin ber-JAYA!

Salam, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.