Sabtu (23 Juli) bertempat di Auditorium Gedung Mohammad Natsir Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) Jl.Kaliurang Km.14,5 mengadakan Seminar Karya dan Pameran Mahasiswa Arsitektur Indonesia. Sebagai pembicara Prof.Dr.Ir. I.Wayan Runa, MT., AA (Dekan Fakultas Teknik Warmadewa), Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D. dan Ir. Revianto Budi Santoso, M.Arch. (dosen Arsitektur UII).
Seminar dan pameran bertajub Multikulturalisme Arsitektur di Indonesia dibuka oleh Rektor UII (Dr.Ir. Harsoyo, M.Sc). Dalam sambutannya Rektor UII mengatakan, kedepan peran arsitek semakin dibutuhkan, tidak sedikit yang dijumpai pembangunan rumah dipenuhi dengan penggunaan material conblok, sehingga air hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah. Air hujan dialirkan ke parit dan sungai yang kemudian menyebabkan banjir menggenang rumah-rumah penduduk karena debit air yang meluap.
Oleh karenanya agar tidak terjadi kerusakan kiranya juga penting adanya sinergi yang baik antara arsitek dan provesi teknik sipil. Dengan harapan semoga dengan semakin majunya teknologi komputer, hasil karya arsitek dapat lebih mudah dikerjakan oleh provesi teknik sipil, seperti dalam perhitungannya.
Dengan perkembangan arsitek akan memberikan nuansa baru dalam bidang-bidang pembangunan. Bahkan tidak hanya dalam hal bangunan gedung, tetapi sentuhan arsitek diharapkan juga pada pembangunan jembatan dan jalan. Jembatan yang indah tidak hanya sebagai sarana penyebrangan saja, tetapi juga menjadi tempat yang menarik dikunjungi, seperti jembatan Suramadu.
Sebagai narasumber Prof.Dr.Ir. I.Wayan Runa, MT., AA menyampaikan bahwa, faktor ekonomi mempengaruhi komunalnya kelompok sosial. Kelompok sosial yang komunal dan otonom sangat efektif untuk pengawasan lingkungan. Setelah dilakukan kajian dibalik perubahan spasial itu tersirat 4 (empat) empat makna pokok yang terkait dengan status sosial seseorang. Yakni sebagai kelompok elit, kelompok terdidik, kelompok karya dan hamba desa.
Terjadinya perubahan spasial seperti bangunan semakin kompleks dan bangunan yang terkait dengan ritus desa lebih sulit berubah dibandingkan bangunan yang terkait dengan ritus individu keluarga. Perubahan yang terjadi pada spasial rumah tingal disebabkan oleh perubahan pola pikir manusia.
Narasumber lain disampaikan oleh Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D mengenai multikulturalisme arsitektur. Bahwa- arsitek dalam konteks pemikiran assemblage dapat dilihat sebagi bagian, seperti lebah dalam proses simbiosis. Namun bila melihat kasus Bali, dimana banyak arsitek asing yang berpraktik di pulau tersebut bahkan mengispirasi arsitek lokal, maka posisi arsitek sering berada pada situasi ambiguitas. Hal ini disebakan karena arsitek dalam melakukan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keinginan klien, peraturan bangunan, dan iklim.