INDONESIA, ISLAM DAN LINGKUNGAN

HIJRAH PURNAMA PUTRA

Program Studi Teknik Lingkungan, 

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Islam Indonesia

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Islam terbesar di dunia. Islam adalah agama rahmatan lil’alamin. Dalam prakteknya Islam tidak hanya mengurusi masalah ibadah rutin saja (maghdah) seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya. Urusan bernegara, bermuamalah termasuk menjaga lingkungan menjadi tugas utama dalam Islam. Tetapi hal ini bertolak belakang dengan kondisi yang kita dapatkan di Indonesia. Negara dengan mayoritas muslim, dan jumlahnya termasuk yang paling banyak di dunia, tidak menganggap masalah lingkungan sebagai masalah utama dan
sangat rendah perhatiannya mengenai lingkungan.

Judul di atas mempunyai keterkaitan satu sama lain, Indonesia, Islam dan Lingkungan. Mari sejenak kita merenung akan keterkaitan tersebut. Saat ini Indonesia menjadi negara nomer empat didunia dari segi jumlah penduduknya, setelah China, India dan Amerika. Berdasarkan kondisi kependudukannya tersebut, Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk Islam terbesar di dunia, lebih dari 80% atau sekitar 182 juta penduduknya memeluk agama Islam, tetapi perlu kita ingat bahwa negara kita bukanlah negara Islam. 

Terkait dengan Islam sendiri, Islam adalah agama rahmatan lil’alamin, artinya bahwa Islam diyakini tidak hanya diperuntukkan bagi kalangan pemeluknya sendiri. Islam merupakan rahmat bagi pemeluk agama lain, bahkan tidak hanya manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan dan makhluk lainnya pun ikut merasakan rahmat Islam. Islam pun merupakan agama dakwah, setiap pemeluknya melekat kewajiban dakwah dalam segala lini, baik dari level sederhana hingga kompleks. 

Islam dalam prakteknya tidak hanya mengurusi masalah ibadah rutin saja (maghdah) seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya. Urusan bernegara, bermuamalah termasuk menjaga lingkungan menjadi tugas utama dalam ajaran Islam. Seperti firman Allah dalam QS. Al-A’raaf [7] : 56 berikut ini 

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ 

Artinya : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. Tetapi hal ini bertolak belakang dengan kondisi yang kita dapatkan di Indonesia. Negara dengan mayoritas muslim, tidak menganggap masalah lingkungan sebagai masalah utama dan sangat rendah perhatiannya terhadap isu lingkungan hidup. 

Allah SWT menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi dan sebagai konsekwensinya ia harus mempertanggung-jawabkan segala perbuatannya kepada Sang Pemberi mandat. Sebagai khalifah bumi ia diberi kebebasan untuk mengelola dan memanfaatkan bumi agar hidupnya menjadi mudah dan tenang namun dengan syarat tidak merusak keseimbangan alamnya. Allahlah yang telah menetapkan segala hukum sebab-akibat yang ada di alam ini. 

Menurut Global Forest Watch, Indonesia adalah wilayah padat hutan pada tahun 1950, namun 40% dari hutan yang ada pada tahun 1950 tersebut telah hilang hanya dalam waktu 50 tahun berikutnya. Dengan keberhasilan tersebut, Indonesia menempati peringkat 2 untuk hilangnya hutan alam, efek ini menyebabkan Indonesia menempati peringkat 3 untuk tempat untuk spesies terancam. Indonesia juga menempati peringkat ke-3 untuk penghasil emisi CO2, peringkat 6 untuk penangkapan di laut, peringkat 6 untuk penggunaan pupuk, dan peringkat 7 untuk pencemaran air. Sekarang apa yang harus kita banggakan sebagai negara berumat Islam terbesar di dunia, yang notabene Islam sangatlah menghormati lingkungan. 

Jika kita analisa bersama dan seksama, sesungguhnya bukan Islam yang menjadi kambing hitam dalam persoalan ini. Problemnya muncul dari pemeluknya yang tidak menyadari pentingnya menjaga lingkungan. Seperti yang telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an QS. Ar-Ruum [30] : 41:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Artinya “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Jelas bahwa sesungguhnya kerusakan lingkungan baik itu di darat seperti kebakaran hutan, banjir, tanah longsor, serta penyakit, maupun di laut berupa pencemaran laut, matinya flora dan fauna laut merupakan mata rantai dari kerusakan lingkungan akibat perbuatan manusia itu sendiri.

Marilah momentum ini kita jadikan ajang untuk meningkatkan kepedulian kita terhadap arti pentingnya lingkungan bagi kehidupan. Mari jujur terhadap diri sendiri apa yang telah kita perbuat untuk menjaga kualitas lingkungan kita, atau seberapa besar andil kita dalam proses pengrusakan lingkungan. Karena dalam  Al-Qur’an juga telah dijelaskan bahwa kegiatan yang kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan kita, bisa saja menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan tanpa kita menyadarinya. 

وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِۙ قَالُوْٓا اِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُوْنَ

اَلَآ اِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُوْنَ وَلٰكِنْ لَّا يَشْعُرُوْنَ

Artinya : “Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar” (QS.Al-Baqarah [1] : 11-12). 

Usaha perbaikan lingkungan tidak hanya terbatas pada kegiatan yang dilakukan secara besar-besaran saja, seperti penghijauan/reboisasi, rehabilitas lahan dan lain sebagainya. Akan tetapi usaha perbaikan lingkungan bisa kita lakukan dengan hal-hal yang selama ini kita anggap sepele/remeh. Misalnya saja dalam masalah sampah, karena setiap hari kita menghasilkan sampah, tetapi kita tidak pernah mau tahu sampah tersebut akan dikemanakan atau diolah menjadi apa, yang terpenting adalah tempat tinggal kita bebas sampah dengan cepat. Secara tidak sadar kita turut andil dalam pengrusakan lingkungan akibat hadirnya sampah yang tidak terkelola dengan baik. 

Sebagai individu yang setiap hari menghasilkan sampah, kita bisa melakukan beberapa cara agar mengurangi dampak negatif sampah terhadap lingkungan.  Dengan mengurangi (reduce) tingkat konsumsi kita yang berlebihan, sehingga sampah yang dihasilkan juga akan terkurangi. 

۞ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ  

Artinya : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al A’raaf [7]:31). 

Rasulullah SAW sendiri tidak suka melakukan hal-hal yang berlebihan, dalam sabdanya beliau mengatakan bahwa bersabda “Anak Adam itu tidak memenuhi suatu bekas yang lebih buruk dari pada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap yang dapat meluruskan tulang belakangnya (memberikan kekuatan kepadanya). Sekiranya tidak dapat, maka satu pertiga untuk makanan, satu pertiga untuk minuman dan satu pertiga untuk pernafasan”(HR. Tirmizi). Contoh lain dari mengurangi adalah memilih untuk menghidari pemakaian barang-barang sekali pakai (misalnya gunakanlah baterai yang bisa re-charge). 

Langkah berikutnya adalah memakai atau memanfaatkan kembali (reuse) barang-barang yang masih dapat digunakan, seperti penggunaan wadah/kantung yang masih bisa dipakai, untuk mengurangi masalah tumpukan kantong plastik di tempat pembuangan sampah, dan yang terakhir adalah lakukanlah kegiatan daur ulang (recycle), seperti mengolah sampah organik menjadi kompos yang akan bermanfaat bagi tanaman. Perlu diketahui bahwa sesuatu benda walaupun telah dianggap menjadi sampah, akan tetap membawa manfaat, seperti yang dijelaskan oleh Allah SWT dalam QS. Shaad [38]:27, yang artinya bahwa “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka”. 

Ketiga kegiatan di atas biasa dikenal dengan sebutan 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Sebenarnya banyak kegiatan sederhana lain yang dapat kita lakukan dalam rangka mengelola lingkungan hidup kita. Mudah-mudahan kita bisa menemukan cara-cara sederhana yang lebih bijaksana dalam pengelolaan lingkungan. Intinya adalah bagaimana kita bisa memulai dari diri sendiri, mulai sekarang juga dan mulailah dari hal yang kecil. Mudah-mudahan bermanfaat.

Referensi

Kamil, S., (2021). Etika Islam : Kajian Etika Sosial dan Lingkungan Hidup, Penerbit Kencana, Jakarta

Neni., (2021). Model Pendidikan Agama Islam Berbasis Lingkungan, Tembilahan

Mangunjaya, F.M., (2005). Konservasi Alam dalam Islam, Yayasan Obor, Jakarta

Mangunjaya, F.M., Heriyanto, H., Gholami, R., (2007). Menanam Sebelum Kiamat : Islam, Ekologi dan Gerakan Lingkungan Hidup, Yayasan Obor, Jakarta

Hijrah Purnama Putra

Lahir di Banda Aceh pada 1983, penulis menyelesaikan Pendidikan Dasar, Menengah hingga Atas di kota kelahirannya hingga tahun 2002. Kemudian hijrah ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikan S1 di Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Islam Indonesia (2002-2006), kemudian melanjutkan studi S2 di Magister Sistem Teknik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (2007-2009) dan Program Doktor Teknik Lingkungan di Institut Teknologi Bandung (2015-2020). Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta dari tahun 2009 hingga sekarang. Selain menjadi dosen,penulis juga terlibat aktif dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Yogyakarta sejak 2008.

Tentang Penulis

Nama : Hijrah Purnama Putra
Jurusan : Teknik Lingkungan
Jabatan : Sekretaris Jurusan Teknik Lingkungan